Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jokowi Persilakan KPK Periksa Puan-Pram: Presiden Tanggapi ‘Nyanyian’ Setnov

Bola panas kasus Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) terus bergelinding.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Internet
Puan Maharani (kiri), Setya Novanto (tengah), Pramono Anung (kanan) 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Bola panas kasus Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) terus bergelinding.

Presiden Jokowi mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua pembantunya di kabinet jika diperlukan.

Pernyataan Presiden, merespon apa yang terungkap dalam persidangan kasus korupsi KTP-el di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (22/3) lalu.

Dua pembantunya di kabinet, masing-masing Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab) Pramono Anung dan Menko PMK Puan Muharani diduga menerima aliran dana berdasar penjelasan mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Kolase
Kolase (Kompas.com)

"Kalau ada bukti hukum, ada fakta-fakta hukum, ya diproses aja," ujar Jokowi di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (23/3).

Menurut Jokowi, pelaku-pelaku yang merugikan negara memang harus bertanggung jawab di pengadilan, namun hal tersebut tentunya harus berdasarkan fakta dan bukti.

"Semua harus berani bertanggung jawab, asalkan ada fakta-fakta hukum dan bukti-bukti hukum yang kuat.Negara kita ini negara hukum ," kata Jokowi di Kantor Sekretariat Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (23/3/2018).

KPK masih menyayangkan sikap Novanto yang hingga kini belum mengakui dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi KTP elektronik.

Alih-alih mengakui perbuatannya sebagai bagian dari persyaratan untuk mendapatkan justice collaborator (JC). Setya Novanto malah membeberkan peran pihak lain.

"Yang disayangkan, terdakwa masih terbaca setengah hati dalam pengajuan JC. Karena smpai saat terakhir kemarin masih tidak mengakui perbuatannya," ujar Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah.

Febri mengungkapkan bahwa keputusan mengenai pemberian JC akan diumumkan pada persidangan. Pihaknya masih melakukan beberapa pertimbangan untuk memberikan JC kepada mantan Ketua DPR tersebut.

"Dikabulkan atau tidak JC akan dsmpaikan pada Tuntutan nanti. Meskipun masih ada dua sesi persidangan lagi saat terdakwa bisa bicara melalui pledoi," jelas Febri.

Novanto didakwa menyalahgunakan kewenangan selaku anggota DPR dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik. Perbuatan Setya Novanto itu menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Menurut jaksa, secara langsung atau tidak langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP tahun 2011-2013.

Novanto didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved