Buku Asal-usul Leluhur Minahasa Ungkap Kisah Toar-Lumimuut Bukanlah Mitos
Nyanyian sendu “Karema” terhubung dengan kisah perang saudara di Tiongkok yang mengakibatkan tragedi terpisahnya anak dari orangtua.
Penulis: | Editor: maximus conterius
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Kesamaan bunyi dan makna kata-kata antara bahasa Minahasa dan Tiongkok akhirnya membuka tabir leluhur bangsa Minahasa.
Sejumlah kata, misalnya ‘Minahasa’, ‘opo’, ‘Karema’, ‘Lumimuut’, ‘Amang Kasuruan’, ‘tu’ur in tana’, serta fam-fam keluarga di Minahasa, memiliki keterkaitan yang erat dengan bahasa di China.
Hal itu menjadi bahan penelitian Weliam Boseke selama 10 tahun yang kemudian ia tuangkan dalam buku berjudul “Penguasa Dinasti Han Leluhur Minahasa”.
Pada Senin, 5 Maret 2018, Weliam akan mengungkap buku karyanya dalam kegiatan seminar dan bedah buku di Kalbis Institute, Jalan Pulomas Selatan, Jakarta Timur, Jakarta.
Seminar juga menghadirkan Prof Dr Perry Rumengan MSn, guru besar Etnomusikolog Universitas Negeri Manado; dan Dr Benni A Matindas, budayawan Minahasa.
Para penanggap adalah Max Wilar, moderator “Kawanua Informal Meeting”; dan Mayjen TNI Ivan Ronald Pelealu SE MM, Staf Ahli Lemhanas RI dan Ketua Dewan Penasihat Kawanua Katolik.
Lily Widjaja, lulusan universitas di Taiwan, mantan Komisaris Bursa Efek Indonesia, dan peraih Golden Eagle Award Tamkang University, Taiwan, akan menjadi moderator.
Bagaimana Weliam akhirnya menyimpulkan asal-usul suku Minahasa?
Baca: Nenek Moyang Bangsa Asia Ditemukan
Penguasaan yang cukup baik pada bahasa Han dan bahasa Minahasa mendorong Weliam mulai menelusuri dan mendalami upacara ritual Minahasa dengan syair dan nada khasnya.
Ia pun mulai mencari tahu dan meneliti secara serius, mengumpulkan bukti-bukti tidak hanya di Minahasa tapi juga di China.
Dengan menganalisis perbandingan bahasa dalam sejarah (historical comparative linguistic) serta dengan memahami cara membaca Pin Yin, Weliam mendapati begitu banyak kata penting dalam bahasa Minahasa yang ternyata merupakan serapan, bahkan sesungguhnya adalah bahasa Tiongkok.
Kata-kata tersebut ternyata telah berubah secara struktur dan bentuk tapi bunyi masih menunjukkan asal kata.
Melalui kajian linguistik, penulis menemukan fakta bahwa nyanyian sendu “Karema”, yang dibawakan oleh Tonaas Walian dalam doa-doa ritual adat Minahasa, bukanlah sekadar nyanyian doa biasa.
Nyanyian itu memuat ungkapan hubungan batin mendalam tak terputus antara anak keturunan dengan leluhur mereka, yaitu para pejuang dan bangsawan dinasti Han raya.