Misteri Batu di Desa Penghasil Durian, Bidadari Kerap Keliling Desa Ini Setiap Sore
Salah satu desa yang terletak di kecamatan Likupang tidak hanya menjadi penghasil durian tetapi juga mempunyai sejarah tentang batu dan bidadari
Penulis: Arthur_Rompis | Editor:
"Hanya batu biasa yang tersusun - susun dan terlihat gampang roboh, namun batu itu tak bisa sembarang disentuh," kata dia.
Batu lainnya yakni Batu Piring.
Menurut Yan Sampelan salah satu warga, Batu tersebut terdiri dari Piring - Piring bekas makan para Dotu. "Piring - piring itu ditancapkan pada batu hingga seolah - olah jadi bagian dari Batu itu," tuturnya.
Yan mengatakan, sebuah piring pernah diambil ayahnya Jacob Sampelan pada 1960 silam.
Pada bagian belakang piring tersebut tertulis huruf Belanda serta tahun 1836. Yan mengaku piring itu punya daya magis.
"Jika sakit, cukup taruh air di piring lalu minum," cerita Yan.
Banyak pihak yang skeptis dengan keampuhan piring itu, jadi percaya, saat ia menaburi garam di atas piring yang terisi air, namun rasanya tetap tawar.
"Sudah banyak pejabat yang coba datang," kata dia.
Seseorang pernah menawari untuk membeli piring itu seharga Rp 500 juta. Namun ia menolak. "Ini tak bisa dibeli," kata dia.
Peninggalan lainnya yang punya nilai sejarah adalah batu bertanda telapak kaki kiri sepanjang 80 sentimeter.
Pasangan dari kaki itu berada di Watu Pinawetengan, hingga memunculkan dugaan jika Desa Batu berhubungan dengan Watupinawetengan.
"Banyak kesamaan diantara keduanya, mungkin Desa ini memainkan sejarah penting dalam berdirinya Minahasa," ujarnya.
Waruga Dotu Rottie, kata dia, berada di pertengahan desa.
Waruga itu dijaga oleh Waruga Ruruwares serta Kawuwung, yang berjarak ratusan meter dari situ. "Waruga Dotu Rottie menghadap ke Barat, sedang dua Panglima Perangnya itu menghadap ke Timur, mereka saling menjaga serta menjaga Desa ini," kata Yan.
Cerita Yan, pada sore jelang malam, sering terlihat dua bidadari berjalan - jalan.
Keduanya hendak menjemput para Dotu. Malamnya, para Dotu berjalan - jalan berkeliling Desa.
Lanjut Jerry Sampelan, hukum adat di Desa tersebut melarang warga merusak serta memasuki sejumlah area keramat. Namun Jerry tak berkeberatan bila tempat itu bisa jadi objek wisata.
"Kami sangat senang, inikan tujuannya baik, demi kemajuan warga sendiri serta Minahasa Utara," bebernya.