Kisah Jaya Bioskop di Manado
Wow! Nonton Bioskop Cuma Bayar Rp 500? Kenangan Tak Terlupakan
Bioskop Benteng dan President Theater merupakan beberapa di antara 'saksi bisu'' kejayaan bisnis bioskop di Kota Manado.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Fransiska_Noel
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Bioskop Benteng dan President Theater merupakan beberapa di antara 'saksi bisu'' kejayaan bisnis bioskop di Kota Manado.
Pengelola kedua bioskop papan atas di Manado ini pernah merasakan masa keemasan bisnis film layar lebar, karena saat itu orang dari kampung- kampung di Minahasa datang ke ibu kota Sulut, hanya untuk menonton film bioskop.
Dan gedung eks Bioskop Benteng hingga saat ini masih berdiri di kompleks Pasar 45. Tempat ini dari tahun 1960-an hingga 1990-an merupakan bioskop yang menayangkan film-film Hollywood (barat) dan film nasional terbaik.
Saat ini gedung semi permanen itu telah berubah menjadi tempat usaha game online, warnet, tempat jualan suvenir, tempat pangkas rambut dan usaha lainnya.
Lane, pedagang Coto Makassar yang mengais rezeki di kompleks eks bioskop itu mengatakan, eks Studio Benteng ini sudah beberapa kali beralih fungsi.
"Dulu setelah Bioskop Benteng ditutup, beralih menjadi bengkel, Cafe Hot Gosip lalu usaha makanan, '' ujar Lane kepada Tribun Manado, kemarin.
Sedangkan Amran Pontororing, pria paroh baya yang mengaku mengikuti perjalanan sejarah bioskop di Manado memiliki banyak kenangan dengan Bioskop Benteng.
Dia mengaku sering menikmati asyiknya menonton film di Bioskop Benteng, yang pada akhirnya ditutup karena terjadi pembunuhan di WC bioskop itu.
"Studio Benteng dibuka sekitar tahun 60-an. Namun sejak ada kasus pembunuhan dengan korban kalau tidak salah Haslinda Marjun, mahasiswa Fakultas Teknik Unsrat yang dibunuh di WC Studio Benteng, akhirnya tempat ini ditutup pada tahun 1990-an, '' ujarnya.
Dia mengatakan, masih terkenang sewaktu usia remaja menonton film di sini dengan teman-teman sebayanya menyaksikan film favorit mereka.
"Torang paling suka bauni film koboi Jenggo Texas. Karena layar yang besar, sekitar enam meter, jadi itu penonton leh seakan-akan berada dalam suasana film. Kita sendiri merasa menjadi koboi," kenangnya lalu tertawa kecil.
Selain layar besar, kata Amran, Studio Benteng juga dilengkapi dengan kursi yang terbuat dari kayu. "Depe kursi nda talalu tinggi, tapi dibuat dari tempat duduk paling rendah hingga paling tinggi. Depe harga tiket pernah cuma Rp 500, kemudian naik hingga Rp 2.500, '' ujar pria berusia 56 tahun ini.
Senasib dengan Studio Benteng, Bioskop President kini juga sudah dialihfungsikan menjadi tempat billiard bernama Presiden Billiard Center, dan LKP atau Salon Shinta.
Namun sebagian bangunan bekas bioskop itu digunakan sebagai gudang, untuk menampung barang-barang yang sudah tidak terpakai.
Amran, yang juga Security Shopping Center mengatakan, Bioskop Presiden ditutup sekitar tahun 2010. "Dibuka dari tahun 1982 hingga tahun 2010," kata pria yang sudah bekerja sejak 14 tahun yang lalu ini.