Resensi Buku
Kisah di Balik tewasnya Tan Malaka
Namun, ia mengemukakan, jilid kelima yang menceritakan perkembangan pemikiran dan pengikut Tan Malaka pascatertembak, belum diterbitkan.
Dia menilai, Tan Malaka memiliki gagasan penting dalam perjuangan melawan penjajahan melalui pemikirannya merdeka 100 persen.
Selain itu, Tan Malaka menguasai enam bahasa, menjadi guru tanpa pamrih, dan mampu menghasilkan karya-karya.
"Nilai-nilai itu seharusnya dijabarkan dan dimasukkan dalam pelajaran di sekolah dan diajarkan pada siswa," ujarnya.
Langkah itu, menurut dia, lebih produktif dan berguna dari pada berkutat pada permasalahan pemindahan makam Tan Malaka di Selopanggang, Kediri, Jawa Timur.
Dia mencontohkan, buku-buku karya Harry Poeze dijadikan sebagai referensi para guru untuk dapat mentransformasikan nilai-nilai perjuangan Tan Malaka.
Buka jilid keempat karya Harry Poeze menjadi sebuah rujukan dalam literatur sejarah Indonesia mengenai sosok pahlawan yang lihai menghilang dari kejaran penjajah yang ingin membungkam suaranya.
Sosok dan sejarah Tan Malaka memang pernah dibungkam dalam sejarah Indonesia, bahkan gagasannya yang tertuang dalam buku dijadikan stigma.
Namun, seperti ucapannya ketika ditangkap polisi Hongkong pada 1932: "Ingatlah bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi."
Perkataan itu terwujud bahwa setelah kematian misteriusnya, beberapa kalangan mencoba menguaknya dan menyuarakan pikiran-pikiran Tan Malaka melalui karya tulisnya, antara lain Materialisme, Dialektika, dan Logika (Madilog; 1943), Menuju Republik Indonesia (Naar de Republiek Indonesia; 1925), dan Gerilya, Politik, dan Ekonomi (Gerpolek; 1948). (antara)