Resensi Buku
Kisah di Balik tewasnya Tan Malaka
Namun, ia mengemukakan, jilid kelima yang menceritakan perkembangan pemikiran dan pengikut Tan Malaka pascatertembak, belum diterbitkan.
Oleh Imam Budilaksono
TRIBUNMANADO.CO.ID - Dalam kesempatan bedah bukunya di Soegeng Sarjadi Syndicate pada Kamis (23/1), pria berusia 67 tahun itu tampak semangat melayani permintaan tanda tangan beberapa orang pada buku berwarna orange berjudul "Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 4: September 1948-Desember 1949".
Pria itu adalah Harry Poeze, sejarawan asal Belanda yang membuat buku mengurai perjalanan Tan Malaka dalam lima jilid berjudul "Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia" serta satu jilid keenam memberikan uraian tentang jalannya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun 1948 bertajuk "Madiun 1948 PKI Bergerak".
Namun, ia mengemukakan, jilid kelima yang menceritakan perkembangan pemikiran dan pengikut Tan Malaka pascatertembak, belum diterbitkan.
Harry sekitar satu pekan di Jakarta (22 hingga 30 Januari) untuk mendiskusikan dan membedah buku "Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia" jilid keempat.
Perjalanan hidup Ibrahim gelar Datoek Tan Malaka alias Tan Malaka mungkin tidak terlalu terkenal dibandingkan tokoh layaknya Soekarno dan Mohammad Hatta. Namun, kisah itu dituliskan oleh seorang sejarawan Belanda secara rinci hingga menarik membaca sejarah pahlawan yang terkenal dengan slogan "Merdeka 100 persen".
Bagi Harry, yang 30 tahun meneliti pahlawan asal Desa Pandan Gadang tidak jauh dari Suliki, Minangkabau, Sumatera Utara, itu sosoknya belum banyak diungkap secara luas mengenai perjalanannya dalam masa revolusi kemerdekaan Indonesia.
"Bukan hanya riwayat Tan Malaka, namun saya tulis tentang latar belakang gerakan nasionalis, komunis, dan revolusi," kata Harry.
Ia mengemukakan, buku jilid ke empat itu menggambarkan proses pembebasan Tan Malaka pada September 1948 yang telah ditahan sejak Maret 1946.
Langkah Tan Malaka yang tidak mau berdamai dengan pemerintah kolonial Belanda membuatnya mendirikan Persatuan Perjuangan, yang menjadi alternatif pada saat itu terhadap pemerintah moderat yang mengambil sikap kooperatif terhadap penjajah.
Di parlemen, Tan Malaka kalah sehingga beberapa pekan kemudian dia serta sejumlah pengikutnya ditangkap lalu ditahan tanpa proses dari Maret 1946 hingga September 1948.
Harry mengemukakan hal menarik dalam buku jilid keempat, yakni terkait pembebasan Tan Malaka, yang memperlihatkan pergulatan politik saat itu. Terlebih pascakembalinya Moeso dari Uni Soviet, karena secara mendasar komunisme dan sosialisme antara Moeso dan Tan Malaka sangat berseberangan.
Pemimpin Redaksi Historia Bonnie Triyana dalam diskusi itu menilai pembebasan Tan Malaka saat itu karena Mohammad Hatta memiliki kepentingan untuk mengimbangi kekuatan Moeso yang baru kembali dari Soviet.
Harry dalam bukunya itu memberi perhatian khusus terkait kedatangan Moeso karena bagi kaum kiri radikal kedatangan pimpinan PKI tersebut merupakan pokok perhatian terpenting bersamaan perubahan haluan Front Demokrasi Rakjat (FDR).
Harry menjelaskan, saat itu PKI dibubarkan pascaperistiwa Madiun 1948 dan dilarang pemerintah, kondisi itu merupakan peluang bagi Tan Malaka untuk membuat partai baru pengganti PKI, yaitu Partai Murba.