Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Resensi Buku

Kisah di Balik tewasnya Tan Malaka

Namun, ia mengemukakan, jilid kelima yang menceritakan perkembangan pemikiran dan pengikut Tan Malaka pascatertembak, belum diterbitkan.

Editor:
zoom-inlihat foto Kisah di Balik tewasnya Tan Malaka
istimewa
Tan Malaka

Harry menulis pendapat Tan Malaka, mengapa tidak menggunakan nama Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Marxis-Leninis, melainkan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba).

Tan Malaka, tulis Harry, menilai Komintern --perjanjian Nazi Jerman dan Jepang-- sudah tidak ada lagi bahwa PKI dalam tahun 1926 dan 1948 di bawah pimpinan tidak bertanggungjawab, dan memperlihatkan tidak bisa realistis dalam memperhitungkan keadaan obyektif dan subyektif.

PKI, menurut Tan Malaka, menempuh jalan dogmatis dan penuh petualangan (avonturisme).

Tan Malaka memang berseberangan dengan kebijakan PKI ketika 1926 dan 1948, yang tidak setuju kudeta dilakukan pada saat itu.

Selain itu, Tan Malaka juga berpandangan, untuk menggandeng kekuatan Islam dalam revolusi Indonesia dan gagasan ini ditolak kalangan pengikut Komintern dan PKI.

"Tan Malaka insyaf bahwa revolusi tidak berhasil jika tanpa pengaruh Islam," kata Harry.

Dalam buku karya Ruth T. McVey berjudul "Kemunculan Komunisme Indonesia" disebutkan pernyataan Tan Malaka di sat koran Belanda yang menekankan dukungannya terhadap Pan-Islamisme di kawasan, khususnya Indonesia melawan imperialisme dan kolonialisme.

"Berdampingan dengan bulan sabit, bintang-bintang dari Soviet akan menjadi lambang pertempuran besar dari sekitar 250 juta Muslim di Sahara, Arab, Hindustan, dan Hindia kita," kata Tan Malaka.

Bahkan, Tan Malaka memberikan perhatian utama pencabutan celaan Pan-Islamisme oleh kongres kedua Komintern pada Juli 1920.

Harry dalam diskusi di Jakarta itu mengatakan bahwa Tan Malaka tidak berambisi menjadi Ketua Partai Murba, namun menjadi presiden Indonesia.

"Tan Malaka bukan Ketua Partai Murba karena dia berambisi dan berharap menjadi presiden baru, dan dia tidak senang dengan politik diplomasi," ujarnya.

Namun, Harry menilai, Partai Murba tidak bisa berkembang dengan baik karena peristiwa Agresi Militer Belanda.

Harry menekankan, adanya persekutuan antara Tan Malaka dengan Sabarudin yang merupakan pimpinan Batalyon 38 menyebabkan rangkaian peristiwa hingga tertembaknya Tan Malaka.

Di buku itu dijelaskan rangkaian peristiwa menjelang kematian Tan Malaka yang ditembak di dekat Sungai Brantas, Jawa Timur.

Rahasia kematian Tan Malaka, dikemukakannya, baru terungkap pada 1990 ketika dirinya meneliti jejaknya di daerah Kediri, Jawa Timur.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved