Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

EDITORIAL

Raskin untuk Siapa

MENGEJUTKAN! Ternyata berdasar data BPS Sulut, jumlah keluarga miskin di Manado sebanyak 15.974

Editor: Andrew_Pattymahu
zoom-inlihat foto Raskin untuk Siapa
TRIBUN LAMPUNG
Raskin. Foto Ilustrasi.
MENGEJUTKAN! Ternyata berdasar data BPS Sulut, jumlah keluarga miskin di Manado sebanyak 15.974. Namun jumlah penerima beras miskin sesuai data di Bulog Divisi Regional Sulut-Gorontalo, baru sebanyak 9.933 rumah tangga sasaran. 

Sehingga ada 6.041 keluarga miskin yang belum kebagian raskin (Tribun Manado, 21/1/2011). Belum diketahui kenapa terjadi perbedaan data keluarga miskin. Kita berharap ketimpangan data itu bukan kesengajaan. Kendati alasan proses up dating data yang lambat, kalau memang ini yang terjadi, juga bukan sesuatu yang harus diterima sebagai pembenaran. 

Pasalnya, jika memang benar alasan kelambatan up dating, berarti ada yang bermasalah dengan proses dan alur kerja pembaruan data selama ini. Selain raskin bukan program pemerintah baru, birokrasi Manado juga bukan aparatur yang gagap teknologi, atau tak tersentuh program teknologi informasi sama sekali. 

Kecuali up dating secara manual. Terlepas dari persoalan itu, kita berharap para pihak terkait segera memberikan penjelasan soal belum terakomodasinya 6.041 keluarga miskin itu. Selain bukan jumlah yang sedikit, mereka juga berhak mendapatkan perlakukan yang sama. Jika tidak, kondisi itu hanya menguatkan dugaan selama ini.

Penyaluran raskin di Manado memang ada masalah. Terungkapnya keluhan warga soal dugaan pungli saat pembelian beras yang menjadi jatahnya di Kelurahan Teling Atas, belum lama ini, seharusnya menjadi lonceng penanda ada yang tidak beres dengan penyaluran raskin. Lemahnya pengawasan dan kurang pahamnya pelaksana di lapangan diyakini menyumbang persoalan ini.

Karena raskin termasuk program pemerintah mengentaskan keluarga miskin. Maka tak berlebihan merujuk analisis Ferry Liando, dosen Fisip Unsrat, ada andil Pemko Manado dalam ketidakberesan soal raskin. Sudah menjadi rahasia umum, program pemerintah yang bersifat karitatif selalu rentan persoalan di tingkat pelaksanaan. 

Apalagi banyak program karitatif desain kebijakannya bersifat top down. Sehingga kerap terjadi sumbatan di tahap pelaksanaan. Komunikasi yang bias, dan koordinasi yang tidak intensif membuat tafsir pelaksana di lapangan kerap berbeda dengan maksud awal sebuah kebijakan. 

Tak heran, agar program terkesan berjalan maka penyaluran dilakukan sekenanya. Tak peduli penyaluran tepat atau tidak, dan keluarga miskin penerima sudah sesuai kriteria atau tidak. Terpenting, bagi aparat pelaksana di lapangan  tugas sudah disalurkan. Terepenting sudah menjalankan kewajiban hirarki di atasnya. 

Celakanya, hirarki di atasnya tak pernah turun membantu memastikan penyaluran. Imbasnya, hadir mental sebatas menggugurkan kewajiban. Bukannya mental melayani publik sebagaimana menjadi kewajiban aparatur pemerintah. Dalam jangka panjang, mental seperti itu hanya akan membuat sebuah kebijakan berjalan, namun tidak pernah menyentuh substansi. 

Sehingga program tidak akan pernah berhasil sesuai tujuan awal. Apalagi di tingkat keluarga miskin penerima juga terbangun mental pasrah dan pantang mengkritik pemerintah. Namun kita juga tak dapat menyalahkan mereka. Bisa jadi karena memang mereka tidak tahu, atau memang mereka tak ingin keluhan hanya mengundang resistensi yang berujung bumerang ke mereka.

Agar tak terus berulang, sudah sewajarnya Pemko Manado mulai merancang sebuah desain kebijakan pengentasan kemiskinan yang melibatkan partisipasi rumah tangga sasaran (enduser). Pemko secara berjenjang bisa memanfaatkan forum musyawarah pembangunan yang ada guna mengidentifikasi dan merumuskan desain sebelum sebuah kebijakan dilaksanakan. Seperti rapat lingkungan, musyawarah desa, kecamatan hingga musyawarah kota. 

Agar tak terjebak rutinitas, Pemko bisa menginovasi forum itu pelaksanaan dan modelnya. Karena kita berharap model kebijakan partisipasif berbasis bottom up, dapat meminimalisir salah tafsir kebijakan, dan keliru eksekusi sebuah kebijakan. Selain itu, target sasaran dengan model ini juga akan merasa diajak ngomong dan dimanusiakan. Memang untuk itu aparat harus mau bekerja ekstra lebih! (*) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Aib untuk Like

 

Relawan Palsu dan Politik Rente

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved