Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Publik Tunggu 'Tarung Bebas' Jokowi-Prabowo, Liando: Isu Kontroversi Bikin Menarik

Debat Capres Tahap II pada 17 Februari 2019 akan menjadi ajang ‘tarung bebas’. Kubu pasangan capres-cawapres

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Tribunwow
Fakta Jelang Debat Pilpres 2019, Polemik Pencopotan Panelis hingga Hasil Survei Terbaru 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Debat Capres Tahap II pada 17 Februari 2019 akan menjadi ajang ‘tarung bebas’. Kubu pasangan capres-cawapres nomor 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Sulawesi Utara yakin jagoan mereka akan memenangkan pertarungan.

Tim Kampanye Daerah Sulut Jokowi-Ma’ruf mendukung KPU soal format debat tarung bebas. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP Sulut, Lucky Senduk mengatakan, harusnya memang debat format seperti itu.
"Memang lebih bagus, dalam artian mengemukakan pendapat tidak dibatasi, kemudian hal yang diungkapkan memang keluar dari pemikiran calon," kata Lucky, Kamis (7/2/2019).

Format debat ‘tarung bebas’ ini tak akan menyulitkan Jokowi. Petahana menguasai masalah dan tahu solusi apa yang akan dilakukan, karena sudah pengalaman.

Lanjut dia, ketimbang lawan yang selama ini punya track record belum teruji. Kebanyakan hanya mengungkap pesismisme tanpa data mendasar. Sejauh ini tak ada program solusi permasalahan.

"Jadi kami yakin Jokowi tetap unggul di format debat apapun, karena Jokowi menyampaikan kebenaran," kata dia.
Rencana ‘tarung bebas’ yang dirancang Komisi Pemilihan Umum (KPU) disambut positif kubu Prabowo-Sandiaga di Sulut. "Bagi kami mau formatnya apa saja, Pak Prabowo siap," kata Sekretaris DPD Gerindra Sulut, Melky Suawa.

Sebut Melky, kapasitas intelektual Prabowo akan makin nampak dalam debat bergaya ‘tarung bebas’. Ia yakin Prabowo akan kembali mengungguli Jokowi dalam debat.
"Kami optimistis, Pak Prabowo bisa kembali menang dalam debat capres nanti," kata dia.
Dikatakan Melky, pasca debat perdana lalu, makin banyak rakyat yang mengagumi Prabowo dikarenakan konsep yang ditawarkan lebih jelas, terukur dan membumi.

Ferry Liando, pengamat politik dari Universitas Sam Ratulangi mengatakan, mengacu pada debat I, ada 3 hal yang harus dievaluasi. Mekanisme, materi debat dan gestur paslon. Ada hal yang baru akan dilakukan KPU pada debat berikut, yakni adanya ‘tarung bebas’.

Mekanisme ini muncul karena pada debat awal menjadi tidak menarik karena terlalu kaku. Panelis tidak bisa bertanya langsung sehingga jawaban salah benar dari paslon tidak ada yang mendalami atau mengoreksi.
Cara mengajukan pertanyaan dari moderator pun seperti ujian skripsi. Hal ini menjadi tidak menarik. Konsep tarung bebas dari KPU akan menjadi sesuatu yang baru, namun tetap tidak jadi menarik jika hanya mekanismenya yang diperbaiki.

‘Tarung bebas’ itu hanya bagian dari perbaikan dari mekanisme. Tentu akan menjadi menarik jika unsur yang lain seperti materi dan gestur harus diperbaiki juga. Materi debat akan menjadi menarik apabila meteri tidak dalam bentuk tanya jawab.

Kemudian materi yang diperdebatkan bukan sesuatu yang normatif. Materi debat pada tahap pertama oleh 2 paslon kebanyakan hanya merupakan copy paste dari dokumen rencana jangka panjang RPJP nasional. Artinya siapun yang terpilih jadi presiden, maka perencana itu harus dilaksanakan. Sehingga tidak perlu ada yang diperdebatkan.

Debat yang menarik jika panelis mengajukan isu besar di masyarakat yg melahirkan pro dan kontra. Kemudian dari pro dsn kontra itu, masing - masing capres akan berpihak pada pilihan yang mana.
Pilihan capres akan menentukan dukungan pemilih.

Di Indonesia masih banyak wacana yang meninbukan pro dan kontra. Misalnya kebijakan pilkada. Sebagian yang menginginkan pemilihan langsung namun sebagian menginginkan dipilih oleh DPRD. Wacana yang pro kontra itu dibutuhkan sikap dari tiap paslon. Kalau konsepnya ‘tarung bebas’, tapi jika materinya tidak mendukung untuk dipertarungkan, maka sulit berjalan debat yang menarik.

Ferry Liando
Ferry Liando (Tribun Manado/Ryo Noor)

Menyimak visi dan misi kedua pasangan capres sesungguhnya tidak hal yang bisa diperdebatkan karena mengandung subtansi yang sama. Pembedanya adalah susunan dan pilihan kata. Jika memang visi dan misinya sama, lantas buat apa lagi untuk berdebat. Materi visi dan misi keduanya bukan sesuatu yang baru karena merupakan salinan dari dokumen RPJP Tahun 2005-2025. Dokumen ini berlaku selama 20 tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.

Ditetapkannya dokumen ini untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan (termasuk presiden) bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.

Jadi siapapun presidennya, kesepakatan dalam dokumen ini harus dijalankan. Sehingga jika sudah menjadi given atau sebuah keharusan, maka tidak lagi sebuah kepantasan bagi siapa saja untuk merumuskannya dalam sebuah visi dan misi politik sebagai alat kampanye. Lantas bagaimana agar mekanisme debat menjadi menarik.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved