PDIP-Gerindra-PSI Prihatin Caleg Seret Orang Mati: Beda Pilihan Berujung Pindah Kuburan
Polarisasi jelang Pemilu 2019 kian mengkristal. Bahkan di Provinsi Gorontalo sampai menyeret orang
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Polarisasi jelang Pemilu 2019 kian mengkristal. Bahkan di Provinsi Gorontalo sampai menyeret orang yang sudah meninggal dunia.
Pemindahan kuburan lantaran beda pilihan calon legislatif di provinsi tetangga itu disesalkan sejumlah politisi di Sulawesi Utara.
Bumi Nyiur Melambai patut jadi contoh. Suhu politik panas, namun santun. Tali silaturahmi tak putus meski beda pilihan. Kesejukan itu berembus tak hanya di tataran elite, namun juga masyarakat bawah.
Contohnya di Perum Kawangkoan Baru di Kabupaten Minahasa Utara. Bagian depan perumahan ditutupi baliho sejumlah caleg. Peta politik sudah tersusun, dimana setiap rumah sudah masuk daftar caleg tertentu. Namun warga tetap rukun.
Saat pesiar Natal dan Tahun Baru, warga berkunjung ke semua rumah tanpa membedakan warna politik. Begitupun saat kerja bakti mengantisipasi demam berdarah dengue atau DBD. "Kami memang beda
warna (politik) tapi tetap saling menghormati," kata Sally, seorang warga.
Sally yang merupakan pendukung PDIP tak keberatan kala rumahnya dimasuki caleg Partai Gerindra. Sang caleg datang untuk merayunya. "Dia saya kasih pisang goreng dan kopi, tapi untuk politik saya sudah punya pilihan," kata dia.
Di tataran elite, para petinggi partai politik juga saling menghargai. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerindra Sulut Wenny Lumentut misalnya. Pada reses di Kota Tomohon, ia berkomentar positif mengenai Ketua DPD PDIP Olly Dondokambey. "Kami beda partai, tapi satu hati bangun Sulut," kata dia.
Ketua DPD Partai Nasdem, Max Lomban juga dengan rendah hati mengatakan masih hijau hingga butuh banyak belajar pada politisi lainnya. "Saya harus banyak belajar pada PDIP sebagai saudara tua," kata dia.
Sekretaris DPD Gerindra Sulut, Melky Suawa menyatakan, partainya berpolitik secara santun, dengan tidak menebar hoaks ataupun kebencian.
Bagi Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Sulut, Lucky Senduk, peristiwa pemindahan kubur di Gorontalo karena beda pilihan politik itu keterlaluan. Ia tidak ingin itu terjadi di Sulut. "Kita satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. Kita sudah satu dari dulu," katanya.
Menurutnya, kebhinnekaan yang membuat Indonesia ada. Kebhinekaan yang menjadikan Indonesia merdeka. "Beda agama, beda suku tapi semua berjuang untuk tanah air. Semua berbeda-beda tapi satu," ujarnya.
Ia tidak ingin itu terjadi di Sulut. Apalagi Sulut dikenal sebagai provinsi yang toleran.
"Sulut menghargai perbedaan. Semua diterima dalam kesatuan biar beda suku, agama, ras dan lain sebagainya," katanya.
Ia mengatakan PDIP Sulut tidak mentolerir tindakan seperti. "Bisa langsung dipecat," ujarnya.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyesalkan adanya pembongkaran dan perpindahan makam di Gorontalo gara-gara perbedaan pilihan caleg.
Menurut Juru Bicara PSI, Mohamad Guntur Romli sudah merupakan 'tragedi kemanusiaan'. "Ini sudah jadi tragedi 'kemanusiaan', dan PSI sangat menyesalkan peristiwa ini bisa sampai terjadi," kata Romli.
Menurut Romli, pilihan politik itu hanya bagi yang hidup, sehingga tidak perlu mengaitkan dengan orang yang sudah wafat. "Mengapa yang sudah meninggal diseret-seret, sampai makam dibongkar dan dipindahkan, ini menunjukkan matinya nurani kebersamaan kita," jelas Guntur Romli.
Lanjut Dia, peristiwa ini seperti mengulang Pilkada DKI, dimana yang tidak nyoblos gubernur seiman sampai diancam tidak diurus jenazahnya dan dimakamkan. "Kami berharap ini menjadi kasus terakhir, ini tragedi kebangsaan kita," tutup Romli.