Bukan Perkara Turis China, tapi Perkara Praktik Ekonomi Wisata yang Fair dan Saling Menguntungkan
Lonjakan kunjungan wisman China harus berbanding lurus dengan kue ekonomi yang dinikmati masyarakat Bali.
Oleh: Dr. Jannus T.H. Siahaan
(Pengamat Sosial)
Belakangan memang marak pemberitaan soal pariwisata murah ala turis China di Bali.
Ledakan turis China selain melegakan pemerintah karena akan membantu menaikkan capaian kunjungan wisman, di sisi lain juga memunculkan berbagai persoalan.
Sebagian mereka datang dengan jaringan travel yang disinyalir pemiliknya adalah pengusaha yang sebangsa dengan mereka, lalu pembayarannya menggunakan aplikasi Payment Gateway yang juga milik China, seperti WeChatPay dan Alipay, termasuk saat berbelanja oleh-oleh dan aneka produk di Bali.
Populer: Banyak Diidolakan, Begini Akhir dari Perjalanan Cinta Gading Marten dan Gisella Anastasia
Praktek yang demikian dianggap kurang mendatangkan kontribusi nyata kepada destinasi yang mereka tuju, karena spending turis China berlangsung secara elektronik dengan payment gateway yang juga berasal dari negara yang sama.
Negara yang satu ini memang terkenal cukup pelit soal devisa, berbagai aktivitas ekonomi internasional diupayakan agar tak menguras devisa negaranya, sehingga bagi destinasi yang dikunjungi turis China, spending yang diharapkan justru kian tipis di tengah membludaknya kedatangan turis China.
Persoalan tersebut kemudian berkelindan dengan aspek legal.
Beberapa dari pelaku usaha China di Bali juga diketahui tak memiliki ijin dan menerima model pembayaran yang diterapkan oleh turis mereka.
Populer: Sebelum Gugat Cerai, Gisel Ungkap Gading Pernah Peluk hingga Satu Kasur dengan Sahabat Wanitanya
Maka, merujuk pada kondisi itulah kita harus memahami kemarahan Gubernur Bali.
Sebagai kepala daerah, Gubernur tentu harus memastikan semua praktek ekonomi wisata di daerahnya bisa menyumbang kemaslahatan bagi sebanyak-banyaknya masyarakat dan menyumbang pendapatan bagi daerah.
Memang jumlah turis asal China membludak, seiring semakin besarnya porsi penguasaan ekonomi negara itu dan semakin bergaungnya pengaruh politiknya di kawasan Asia, bahkan dunia.
Namun, walaupun jumlahnya berlipat, bukan berarti pemerintah daerah boleh menoleransi segala praktek ekonomi pariwisata yang tidak legal di satu sisi dan praktek ekonomi wisata yang tidak menguntungkan masyarakat lokal di sisi lain.
Populer: Gading Marten Akhirnya Buka Suara Soal Gugatan Cerai Gisella Anastasia
Sudah menjadi kewajiban politik sekaligus moral bagi seorang kepala daerah seperti gubernur Bali untuk menindaknya secara tegas.
Lantas apakah praktek-praktek semacam itu ada kaitannya dengan praktek geostrategik dari China?