Air Kelapa Tak Semanis Dagingnya, Petani Kelapa Banting Setir Jadi Nelayan
Manisnya air kelapa tidak lagi semanis harga daging kelapa panggang (kopra) di pasaran.
Penulis: | Editor: Indry Panigoro
Liputan Wartawan Tribun Manado, Felix Tendeken
TRIBUNMANADO.CO.ID, MOLIBAGU - Manisnya air kelapa tidak lagi semanis harga daging kelapa panggang (kopra) di pasaran.
Setiap bulan selalu mengalami penurunan harga dan membuat para petani di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) semakin menderita.
Seperti yang dialami oleh Hasan Pakaya (46) warga Desa Popodu saat ini memilih banting setir menjadi seorang nelayan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Baca: Harga Kopra Anjlok, Wagub Tidak Percaya Penetapan Harga, Ingin Cek Langsung di Roterdam
"Apalagi yang bisa diharapkan sudah hampir setahun buah kelapa tidak berharga," kata Hasan.
Hasan yang telah beralih pekerjaan menjadi nelayan mengaku tidak ada jalan lain selain menjadi seorang bapak yang serba bisa, sehingga rupiah tetap mengalir di kantong.
"Saya sudah punya pengalaman sebagai jadi tidak kaget kalau kembali jadi nelayan," ungkapnya yang pernah ikut kapal ikan selama bertahun-tahun.
Bapak dua anak ini mengaku hasil laut juga tidak menentu, semua tergantung cuaca serta kondisi alam. Jika laut bersahabat hasilnya lumayan banyak tapi jika tidak hasilnya minim pulang dengan peluh.
Baca: Ngutang, Nganggur Sampai Potong Kelapa, Derita Petani Kopra
"Kadang pulang dengan tangan kosong saat laut bergelombang tapi itu biasa," jelasnya.
Kata Hasan, selain melaut dia juga bekerja sebagai petani coklat untuk membiayai kebutuhan anak yang saat sedang kuliah di kampus ternama di Provinsi Gorontalo.
Hasil yang didapat kata dia meski tidak banyak tapi mampu menebus biaya kuliah dan kebutuhan kos-kosan anak.
"Saya beruntung sebab istri saya pintar menabung, menyisihkan setiap pendapatan untuk kebutuhan pendidikan anak," jelasnya.

Selain itu dia juga termasuk petani beruntung karena memiliki tanaman sampingan seperti cengkih dan coklat yang saat ini berbuah mendatangkan uang bagi keluarganya.
"Saya masih beruntung, ketimbang petani kopra yang lain hanya punya kebun kelapa," kata dia.
Senada diucapkan oleh Arafik Ismail (34) warga Desa Sondana yang juga beralih pekerjaan sebagai pelaut. Kata dia, turunnya harga komoditi satu ini membuat para petani kelapa harus memutar otak agar asap di dapur tetap mengepul.