Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Refleksi Banjarmasin dan Kebebasan Pers

Seperti kata Lord Acton, kekuasaan cenderung menjebak manusia yang menyandangnya untuk korup. Kebebasan pun demikian halnya

Editor:
Banjarmasin Post/Yusran Pare
Presiden SBY memberikan pandangannya pada silaturahmi dengan pengurus PWI dan tokoh pers nasional di Hotel Novotel Banjar Baru, Kalsel, Rabu (23/10/2013. 

Oleh N Syamsuddin Ch Haesy

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kebebasan dan kekuasaan adalah dua sisi mata uang yang sama. Bila tidak dikelola secara tepat dan benar, akan cenderung menyeret "pemilik"-nya ke lembah nista.

Seperti kata Lord Acton, kekuasaan cenderung menjebak manusia yang menyandangnya untuk korup. Kebebasan pun demikian halnya. Bila tak dikelola secara benar, kebebasan dapat menyeret "pemilik"-nya menjadi pemangsa sesamanya.

Untuk kesekian kalinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan hal yang sama kepada berbagai elemen bangsa. Kali ini, `peringatan` Presiden SBY dikemukakan di hadapan masyarakat Pers Indonesia sesaat setelah menyimak pengumuman pengurus PWI Pusat hasil Kongres XXIII di Banjarmasin, 23 Oktober 2013.

Dalam suasana yang ringan dan lepas, Presiden SBY mengajak kalangan insan pers untuk mengelola kebebasan dan kekuasaan yang disandangnya secara baik dan benar.

Refleksi Banjarmasin berisi renungan sangat mendalam dan mengingatkan insan pers sebagai salah satu elemen bangsa strategis untuk tetap berada pada track yang juga benar.

Refleksi ini relevan dan boleh dikata merupakan bagian tak terpisahkan dari refleksi yang pernah dikemukakannya bulan Ramadan lalu di Istana Negara. Refleksi aktual yang berangkat dari pengalaman empiris faktual sebagai obyek pemberitaan yang mengalami penderaan selama sembilan tahun mengemban amanah dari rakyat.

Kebebasan sebagai kekuasaan yang tak dikelola dengan baik, akan menjebak manusia menjadi makhluk yang saling terkam satu dengan lain. Lantas, langsung dan tak langsung akan membentuk masyarakat `kanibal.`

Tuhan -- melalui berbagai kitab suci -- secara spesifik mengingatkan manusia untuk mengelola kebebasan secara proporsional, fungsional, dan berorientasi kebajikan. Terutama dalam melakukan proses verifikasi informasi.

Baik terhadap materi maupun sumber informasinya. Secara spesifik Tuhan mengingatkan, informasi tanpa verifikasi akan menimbulkan rumor dan berujung pada fitnah (ghibah, buhtan, dan fitnah).

Dalam tata kelola pers mutakhir untuk menyikapi perkembangan dinamis teknologi informasi yang melahirkan medium-medium baru selaras konvergensi media, kebebasan sebagai kekuasaan banyak terkontaminasi oleh sumber dan materi informasi yang bisa sangat berbahaya bagi kemanusiaan.

Berbagai kejahatan kemanusiaan berkembang akibat sumber dan materi informasi tak terverifikasi. Berbagai kelompok manusia secara sengaja dan terorganisasi menebar kejahatan kemanusiaan (kaum fasik) untuk dan atas nama berbagai kepentingan.

Wikileaks adalah salah satu produk paling nyata, yang dalam banyak kasus, menyeret kebebasan pers ke lembah nista.

Lalu, mengontaminasi kemurnian fungsi dan profesionalitas insan media. Mengotori peradaban modern. Menjadikan media (dalam beragam format) sebagai sarana massa secara penetratif hipodermis menebar kegelapan.

Refleksi Banjarmasin yang dikemukakan Presiden SBY bila disimak dengan tekun, jernih, dan berorientasi kebajikan merupakan pelajaran amat berharga bagi insan pers dan masyarakat Indonesia dalam mengelola demokrasi yang sedang bertransformasi. Dalam konteks itulah setiap insan pers selalu tertantang untuk mau dan mampu mengelola kebebasan (sebagai kekuasaan yang melekat padanya) bagi kemaslahatan bangsa dan negara. Khasnya dalam menciptakan kondisi terbaik bagi upaya menyejahterakan rakyat.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved