Warga Sulut Korban TPPO
Ramai Warga Sulut Pergi ke Kamboja, Disnakertrans Sebut Bukan Tak Ada Lowongan Kerja Tapi karena Ini
Masalah utama banyak warga Sulawesi Utara (Sulut) tak diterima di perusahaan lokal bukan karena minimnya lapangan kerja di Sulut.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Job fair sendiri digelar menyesuaikan dengan anggaran, biasanya dua kali dalam setahun, dan selalu berkoordinasi dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.
Hendi juga menekankan bahwa pemerintah telah membentuk Satgas TPPO untuk pencegahan kasus perdagangan orang. Namun, ia mengakui masih ada dilema dalam pelaksanaannya karena masyarakat kerap baru melapor setelah korban mengalami masalah di luar negeri.

“Orangtua sebenarnya tahu kalau anaknya mau ke luar negeri. Tapi baru ketika ada masalah, pemerintah dilibatkan. Padahal pencegahan seharusnya dimulai sejak awal,” ujarnya.
Hendi mengingatkan, masalah TPPO bukan karena tidak adanya lowongan kerja, tetapi karena masih banyak warga yang lebih memilih jalan pintas dan tidak mau mengembangkan keterampilan.
“Masyarakat kita ini sering cari cara cepat, mudah tergiur gaji besar, tanpa melihat risikonya. Padahal, pemerintah sudah menyediakan jalur resmi dan aman,” ucap Hendi.
Hendi kemudian menegaskan bahwa siapa pun yang ingin bekerja ke luar negeri wajib melalui prosedur resmi dan berkoordinasi dengan BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia). Hal ini penting untuk mencegah kasus perdagangan orang (TPPO) yang marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
“Setiap tahapan kerja ke luar negeri harus melalui BP2MI. Harus ada paspor, izin orangtua, bahkan surat izin dari pemerintah desa. Kalau itu tidak ada, artinya ilegal,” tegas

Kondisi serupa diakui oleh Anggota DPRD Sulut Louis Carl Schramm.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sulut yang membidangi Bidang Kesejahteraan Rakyat itu juga menyoroti praktik diskriminatif yang masih terjadi dalam rekrutmen tenaga kerja di daerah.
"Syarat perlu menguasai 5 elemen, harus berpenampilan menarik, bahkan belum menikah itu bukanlah ukuran utama. Itu bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Yang harus diutamakan adalah keahlian," tegas Louis.
Menurutnya, DPRD Sulut akan terus mendorong program peningkatan keterampilan tenaga kerja, termasuk melalui pelatihan dan kerja sama resmi dengan pihak luar negeri .
"Pemprov sekarang sudah ada kerja sama dengan Jepang yang resmi dan legal. Itu harus didorong. Komisi IV juga dalam waktu dekat akan mengundang pemangku kepentingan terkait, termasuk kepolisian, untuk membahas solusinya," ujarnya.
Menurut Louis, gaji yang tidak sebanding dengan kebutuhan hidup membuat warga memilih bekerja di luar negeri. DPRD, kata dia, akan memperjuangkan kebijakan yang lebih berpihak pada kesejahteraan pekerja lokal.
"Soal gaji ini harus diperhatikan. Pemerintah jangan sampai tutup mata. Harus ada upaya konkret meningkatkan kesejahteraan warga agar tidak tergiur iming-iming dari perekrut ilegal," tutup kader Gerindra itu.
Sementara Pengamat Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Vecky Masinambow menilai bahwa tawaran upah yang menggiurkan dan proses yang lebih mudah menjadi pemicu utama warga Sulawesi Utara bekerja di Kamboja dan Myanmar.
Upaya Pencegahan TPPO, 3 Warga Sulut Calon PMI Diamankan Polisi di Bandara Sam Ratulangi |
![]() |
---|
Bukan Cuma KTP, Ternyata Ini Berkas Harus Dilengkapi Warga Sulut Jika Mau Kerja Resmi di Luar Negeri |
![]() |
---|
Benarkah Ada Jalur VIP Line untuk Loloskan Warga Sulut ke Kamboja? Begini Kata Imigrasi Manado |
![]() |
---|
Anggota DPRD Sulut Sebut Syarat Kerja di Sulawesi Utara Diskriminatif: Kuasai 5 Elemen Harus Dihapus |
![]() |
---|
Polsek Bandara Sam Ratulangi Manado Ungkap Modus yang Digunakan Warga Sulut Supaya Lolos ke Kamboja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.