Kasus Penganiayaan di Sangihe
Kronologi Dugaan Penganiayaan Terhadap Seorang Wartawan di Kantor PSDKP Tahuna Sangihe Sulut
Seorang wartawan media online bernama Mike Towira, mengalami dugaan penganiayaan di kantor PSDKP Tahuna Sangihe Sulawesi Utara
Penulis: Eduard Joanly Tahulending | Editor: Chintya Rantung
TRIBUNMANADO.CO.ID - Seorang wartawan media online bernama Mike Towira, diduga mengalami penganiayaan di kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, pada Kamis (25/9/2025).
Berikut kronologi dan pengakuan Mike wartawan yang mengalami kasus dugaan penganiayaan oleh Kepala PSDKP Tahuna, Martin Luhulima.
Mike mengatakan, ia lebih dulu menghubungi pegawai PSDKP, Steven Takapaha, untuk meminta jadwal bertemu Kepala PSDKP Tahuna, Martin Luhulima. Dari percakapan WhatsApp, Steven memintanya datang pada pukul 13.00 WITA.
Sekitar pukul 13.30 WITA, Mike tiba di kantor PSDKP dan disambut oleh Steven.
Ia kemudian dibawa menuju ruang Kepala PSDKP. Setelah mengetuk pintu dan memperkenalkan diri sebagai wartawan dan menyebutkan nama media. Mike dipersilakan duduk. Steven lalu meninggalkan ruangan.
Dalam pertemuan itu, Mike mengaku membuka percakapan dengan menyampaikan bahwa dirinya sudah empat kali mencoba bertemu Kepala PSDKP namun selalu gagal.
Ia kemudian menanyakan kabar yang beredar bahwa Kepala PSDKP mengeluarkan uang Rp 50 juta.
Belakangan diketahui isu terkait dugaan kasus pelepasan kapal bermuatan tokok beberapa waktu lalu.
Pertanyaan tersebut, kata Mike, langsung memancing reaksi keras dari Kepala PSDKP.
“Dia menunjuk saya dan berkata, ‘Kau buka-buka baju mau tunjuk jago? Saya ini orang Ambon, tidak takut," ujar Mike menirukan ucapan Martin.
Tak lama kemudian, Steven kembali masuk dan berusaha menenangkan situasi.
Menurut Mike, Steven sempat menariknya keluar ruangan sambil berkata bahwa bosnya membawa senjata dan menyarankan agar ia menjauh dulu. Namun, Kepala PSDKP justru mengejarnya dan berteriak agar Mike tidak dibiarkan keluar.
“Saya terobos terus keluar. Kemudian saya ditangkap oleh beberapa orang, leher saya memar, pinggang sakit dan handphone saya pecah,” ungkap Mike.
Keributan itu sempat disaksikan seorang anggota TNI yang melintas di lokasi. Anggota tersebut menegur pihak PSDKP dengan mengatakan bahwa orang yang mereka tahan adalah seorang wartawan. Setelah teguran itu, Mike dilepaskan.
Mike menyebut, usai insiden tersebut pihak PSDKP sempat memberinya uang Rp 500 ribu untuk mengganti telepon genggam yang rusak.
Saat berada di Polres, ia juga menerima Rp 2,5 juta untuk biaya pengobatan.
Meski menerima uang itu, Mike menegaskan dirinya tetap akan menempuh jalur hukum.
“Saya merasa profesi saya dilecehkan. Kedatangan saya murni untuk konfirmasi, bukan untuk mengancam seperti yang dituduhkan,” tegasnya.
Terpusah, Ketua Forum Wartawan Sangihe (Forwas), Verry Bawoleh menegaskan bahwa tugas jurnalistik tidak boleh dihalang-halangi.
Wartawan bekerja jelas sesuai pedoman UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik.
“Dalam kronologis kejadian jelas, wartawan yang bersangkutan telah memperkenalkan dirinya. Tidak perlu seorang pejabat publik menunjukkan arogansinya. Mike sudah mencoba keluar dari kantor untuk menyelamatkan diri, tidak perlu lagi ditarik masuk,” ujar Bowoleh.
Sementara itu, wartawan senior Asril Tatande menyebut tindakan Kepala PSDKP tidak dapat dibenarkan.
“Atas nama pers, kami mengecam tindakan tidak terpuji ini. Apalagi ada perintah dari Mabes Polri bahwa wartawan harus dilindungi dalam bertugas. Persoalan ini akan kami bawa ke pihak berwajib,” tegasnya.
Klarifikasi Kepala PSDKP Tahuna
Saat ditemui wartawan di kantor PSDKP pada Jumat (26/9/2025), Kepala PSDKP Martin Luhulima mengakui adanya kejadian tersebut. Namun, ia membantah melakukan penganiayaan.
Menurut Martin, dirinya merasa ditekan dan diancam oleh Mike.
Ia juga menyebut wartawan tersebut datang dengan membuka jaket di ruangannya, yang dianggapnya tidak sopan.
“Saya akui emosi dan minta maaf jika terlalu emosi. Tapi soal penganiayaan, saya tegaskan tidak ada,” ujarnya.
Martin menambahkan, ia hanya meminta bawahannya untuk membawa kembali wartawan tersebut ke kantor karena khawatir ia akan memanggil orang lain datang ke lokasi.
“Kami sudah memberikan uang pengobatan Rp 2,5 juta dan uang ganti HP yang rusak,” kata Martin.
Demo di Kantor PSDKP Tahuna
Atas dugaan kasus tersebut, solidaritas Wartawan Sangihe menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tahuna, Selasa (30/9/2025).
Aksi ini digelar sebagai bentuk protes atas dugaan persekusi dan penganiayaan terhadap salah satu jurnalis yang terjadi di lingkungan kantor tersebut.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi, Asril Tatande, dalam orasinya menegaskan bahwa pihaknya mengecam keras tindakan yang mencoreng kebebasan pers tersebut.
Menurutnya, insiden yang menimpa wartawan tidak bisa ditoleransi karena bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
“Kami menuntut Kementerian Kelautan dan Perikanan segera mencopot Kepala Stasiun PSDKP Tahuna dari jabatannya,” tegas Asril.
Selain itu, massa aksi juga mendesak Kepala Stasiun PSDKP Tahuna untuk memberikan klarifikasi resmi terkait peristiwa tersebut.
Mereka menuntut adanya permintaan maaf secara terbuka kepada publik, khususnya kepada komunitas pers di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Aksi solidaritas ini diikuti sejumlah wartawan dari berbagai media lokal maupun nasional yang bertugas di Sangihe. Mereka membawa poster dan spanduk bertuliskan kecaman terhadap tindakan intimidasi serta seruan untuk menjaga kemerdekaan pers.
Prasetyo mengatakan sehubungan dengan kepala stasiun PSDKP tidak ada di tempat, karena berada di Jakarta ada kegiatan.
"Terkait dengan tuntutan dari teman-teman wartawan akan kami segera sampaikan kepusat," ujarnya.
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Harga Emas Melonjak Naik Lagi Selasa 30 September 2025, Tembus Rp 2,2 Juta per Gram |
![]() |
---|
Sejarah Peristiwa Kelam G30S: Ini 7 Teori Dalang di Balik Gerakan 30 September, Ada Soeharto dan CIA |
![]() |
---|
Program MBG di Sekolah, Guru Penanggung Jawab Bakal Dapat Insentif Rp 100 Ribu per Hari |
![]() |
---|
Berita Populer Sulawesi Utara: Oknum Polisi Diduga Terlibat dalam Jaringan Mafia Solar di Sulut |
![]() |
---|
Gempa Bumi Guncang Jawa Barat Selasa 30 September 2025, Info BMKG Titik dan Magnitudonya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.