Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Kisah Samurai Legendaris Inspirasi Karakter Rurouni Kenshin, Disingkirkan Pemerintah yang Ia Bela

Hitokiri secara harfiah berarti "pembunuh manusia" atau "pemotong manusia" dalam bahasa Jepang. Kawakami Gensai sang Samurai.

|
Editor: Rizali Posumah
META AI
ILUSTRASI SAMURAI - Ilustrasi samurai, kelas prajurit bangsawan di Jepang yang hidup dari abad ke-12 hingga akhir abad ke-19, berfungsi sebagai pengikut tuan tanah dan penjaga wilayah. Gambar diakses dari Meta AI pada 2 Oktober 2025. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sejarah Jepang mencatat namanya sebagai salah satu dari empat hitokiri paling berbahaya: Kawakami Gensai.

Hitokiri secara harfiah berarti "pembunuh manusia" atau "pemotong manusia" dalam bahasa Jepang.

Istilah ini digunakan untuk menyebut pendekar pedang atau samurai elit yang bertindak sebagai pembunuh di era Bakumatsu Jepang (akhir periode Edo) untuk tujuan politik, sering kali sebagai bagian dari gerakan restorasi Kekaisaran. 

Di balik perawakan Gensai yang kecil, tersembunyi keterampilan pedang yang tak tertandingi, menjadikannya simbol kekerasan selama periode pergolakan hebat yang mengakhiri Keshogunan Tokugawa dan melahirkan Restorasi Meiji.

Namun, nasib sang samurai pedang legendaris yang menginspirasi tokoh fiktif Rurouni Kenshin ini berakhir mengenaskan.

Samurai adalah golongan kelas prajurit bangsawan di Jepang yang hidup dari abad ke-12 hingga akhir abad ke-19, berfungsi sebagai pengikut tuan tanah dan penjaga wilayah.

Mereka terkenal karena pelatihan militer mereka yang tinggi, kehidupan yang diatur oleh kode etik kehormatan Bushido, dan peran mereka dalam sejarah, politik, dan budaya Jepang. 

Seorang Akademisi Sekaligus Ahli Pedang

Lahir pada tahun 1832 dengan nama Komori Genjiro, Gensai muda diangkat oleh keluarga Kawakami saat berusia 11 tahun, seperti dilaporkan laman Looper.

Ia tumbuh sebagai individu yang berdedikasi tinggi, mengasah kemampuan akademis sekaligus ilmu pedang.

Pendidikannya di bawah bimbingan sarjana Hayashi Oen sangat memengaruhi pandangan hidupnya, membentuknya menjadi seorang yang teguh pada prinsip.

Meskipun kehidupannya sempat damai—ia menikahi Misawa Teiko, seorang ahli bela diri, pada 1861 dan dikaruniai seorang putra, Gentaro—Gensai hidup di tengah badai sejarah.

Jepang, yang selama berabad-abad mengisolasi diri, dipaksa membuka diri oleh tekanan negara-negara Barat yang lebih maju.

Guncangan ini memicu konflik internal sengit, dan Gensai memilih berpihak pada kubu Kekaisaran.

Tangan Kanan Kekaisaran yang Berdarah

Di masa puncaknya, Gensai adalah pembunuh elite Kekaisaran.

Kecepatan mematikan pedangnya adalah ciri khas yang membuatnya mampu membunuh tokoh-tokoh pro-Keshogunan bahkan di siang bolong.

Aksi yang paling terkenal adalah pembunuhan terhadap politisi sekaligus sarjana berpengaruh, Sakuma Shozan, pada tahun 1864, sebagaimana dicatat laman Japanese Gallery.

Pembunuhan ini hanyalah salah satu dari puluhan aksi politik brutal kala itu, tetapi kasus Shozan-lah yang secara definitif diatribusikan kepadanya.

Ia adalah pendukung setia dari filosofi Sonnō Jōi (Hormati Kaisar, Usir Orang Barbar), sebuah seruan yang menjadi motor penggerak Restorasi.

Akhir yang Tragis

Ironisnya, setelah Restorasi Meiji berhasil dan pemerintahan baru didirikan, ideologi Gensai menjadi usang.

Pemerintah Meiji segera mencabut pilar 'Usir Orang Barbar' dengan mengadopsi kebijakan luar negeri yang terbuka dan menerima pengaruh Barat.

Gensai, dengan ideologi lamanya, mendadak menjadi beban bagi rezim yang ia bantu dirikan. Dengan munculnya kepolisian modern yang menggantikan peran para samurai, seorang penganut ideologi radikal seperti Gensai tak lagi dibutuhkan.

Pada tahun 1870, ia ditangkap atas tuduhan palsu menyembunyikan anggota milisi lama.

Pada tahun 1872—meskipun sumber lain, Executed Today, menyebut tahun 1871—dunia sang pendekar pedang berakhir.

Kawakami Gensai dihukum mati dengan cara dipenggal.

Sebuah akhir tragis yang menandai berakhirnya utilitasnya bagi pemerintah Meiji.

Sosok Gensai secara longgar menginspirasi karakter Himura Kenshin dari manga dan anime populer, Rurouni Kenshin.

Ada kesamaan dalam keahlian pedang dan sifat rendah hati, namun kisah nyata sang samurai jauh lebih kelam.

Sementara Kenshin akhirnya menemukan kedamaian dan kebahagiaan, Gensai tidak pernah mendapatkannya.

Ia kehilangan tidak hanya tujuannya, tetapi juga nyawanya di tangan pemerintah yang dulu ia perjuangkan.

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca berita lainnya di: Google News

WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini

SUMBER: Nationalgeographic.co.id

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved