Taman Budaya Sulut
Kumuh dan Dipenuhi Jemuran Pakaian, Kondisi Terkini Taman Budaya Sulawesi Utara
Bangunan yang dulunya menjadi representasi seni dan kebudayaan di Sulut ini diisukan akan diubah menjadi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
"Kalau mau ke sana harus bawa parang buat bersihkan. Hati-hati juga, banyak ular," katanya.
Mengenai isu akan dijadikannya kawasan ini sebagai SPBU, warga tersebut mengaku sudah mendengarnya.
Namun, ia enggan berkomentar lebih lanjut.
"Katanya mau jadi SPBU atau bangunan lain, tapi kami tak bisa banyak bicara," ujarnya.
Menanggapi kondisi ini, para seniman di Sulawesi Utara melalui Gerakan Seniman Sulut (GEMAS) mendesak Pemerintah Provinsi untuk segera menghidupkan kembali Taman Budaya Sulut yang telah terbengkalai sejak 2017.
Koordinator GEMAS, Aldes Sambalao, menyebut kondisi ini sebagai bentuk nyata dari musibah kebudayaan.
Dalam rilis yang diterima Tribun Manado, Alfred Pontolondo—salah satu narahubung GEMAS—mengungkapkan bahwa sejak pengosongan kawasan Taman Budaya di Rike, para seniman kehilangan ruang untuk berlatih, berproses, dan mempertunjukkan karya seni.
"Taman Budaya dulu adalah rumah kami. Sekarang sudah seperti hutan dengan bangunan yang rusak. Kami kehilangan tempat berkarya, kehilangan pusat peradaban seni," kata Alfred saat dikonfirmasi pada Senin (6/10/2025).
Taman Budaya Sulut sendiri diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Fuad Hasan, pada 8 Januari 1987. Tempat ini pernah menjadi pusat kegiatan seni lintas disiplin, seperti teater, musik, tari, hingga seni rupa.
Namun sejak pembubaran Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya dan pemindahan staf ke Museum
Negeri, kawasan tersebut dibiarkan kosong dan tidak terurus.
Menurut Pontolondo, sebagian aset seperti kursi, meja, dan peralatan kesenian hilang tanpa jejak.
“Sejak 2017, fasilitas habis, tempatnya kosong, lalu sekarang kabarnya mau dijadikan SPBU. Ini sungguh menyakitkan bagi dunia seni budaya di Sulut,” tegasnya.
GEMAS juga menyoroti ketimpangan perhatian pemerintah terhadap sektor budaya. Menurut mereka, kebijakan selama ini terlalu fokus pada sektor ekonomi dan olahraga, sementara kesenian justru dianaktirikan.
“Kalau olahraga bisa mendapat dukungan luar biasa, kenapa seni tidak? Seni juga menjaga kesehatan jiwa masyarakat,” kata Pontolondo.
GEMAS menuntut dua hal utama: pertama, agar Pemerintah Provinsi Sulut membangun kembali dan menghidupkan fungsi Taman Budaya Sulut sebagai pusat kreativitas seni dan pembinaan generasi muda; kedua, mengembalikan fungsi Gedung Kesenian Pingkan Matindas sebagai ruang seni publik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.