Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tribun Podcast

Tribun Podcast Bersama Ketum IPPL Sulut Standius Bara Prima, Ulas Program dan Gerakan Literasi

Berikut catatan tanya jawab soal literasi yang disiarkan langsung melalui akun facebook Tribun Manado

Penulis: Alpen Martinus | Editor: Alpen Martinus
Tribun Manado
LITERASI: Tribun Manado Podcast, di Kantor Tribun Manado Sulawesi Utara, Kamis 11 September 2025. Bahas soal literasi di Sulut. 

Mereka itu adalah bagian ibaratnya agen perubahan untuk membawa sebuah dampak positif kepada lingkungannya yang ibaratnya karena mereka akan mewakil setiap kota.

Jadi Mas Ketum mengarahkan kami itu, bahwa mereka harus bisa berdampak di kabupaten kota mereka. Nah, contoh misalnya, kalau kita ditanya hal apa? Kendala apa di lapangan? Kendalanya tentu banyak. Sebenarnya karena memang di lapangan itu selain bahan bacaan bermutu yang harus sampai ke tangan para pembaca anak-anak misalnya, itu memang bukan barang yang murah.

Begitu hari ini buku anak memang ada yang murah? Iya, tidak murah.

Hari ini buku anak memang buku-buku yang misalnya hadir di Gramedia saat ini. Apakah buku-buku yang berkualitas itu murah tentu tidak gitu. Artinya kan mungkin murah bagi sebagian orang, tapi tidak murah bagi sebagian masyarakat.

Misalnya yang kaum nelayan misalnya, ya jangan kita anggap enteng juga yang nelayan gak banyak uangnya, tapi kan dia punya prioritas yang lain. Nah, bagaimana kita mendukung hal ini? Sehingga itulah pentingnya kenapa harus ada negara hadir. Negara hadir itu dari mana? Ya dari pemerintah.

Makanya kenapa mas ketum itu yang merasa bahwa karena saya sudah menjadi ketum ya, jadi beliau menggunakan privilege beliau untuk menggunakan hal itu sebaik-baiknya. 

Jadi harapannya ya kalau literasi kemarin itu indeks literasi di Sulawesi Utara di atas Jawa Barat tapi yang ada di posisinya adalah toleransinya.

Karena toleransinya, maka hari ini bukan hanya sekadar toleransi yang harus tinggi, tapi di aspek literasi yang lainnya juga harus tinggi gitu. Sehingga itulah yang menjadikan kami merasa bahwa ini bukan lagi gerakan sunyi, tapi mari meriahkan gerakan ini agar bisa berdampak ke teman-teman yang lainnya juga.

Jumadi: Nah. Mas Ketum, kita kan sudah punya ini putra-putri Sulawesi Utara. Nah, apa yang akan mereka lakukan setelah mereka terpilih supaya bisa kembali ke masyarakat? Mendorong gerakan literasi di lingkung minimal di lingkungan keluarga atau lingkungan terdekat?

Standius: Betul ya, jadi kita sudah punya PPL ini yang jumlahnya ada sebelas orang terdiri dari lima putra dan enam putri. Angkatan pertama, dan mereka juga mewakili kabupaten kota masing-masing dan kita sudah brainstorming juga. 

Apa sih yang pengen mereka lakukan? gitu kan? dari langkah pertamanya mereka punya inisiasi untuk membuat pojok-pojok bacaan di sekolah mereka masing-masing dan kemarin juga sempat ada putri yang bercerita bahwa mereka dipanggil kepala sekolahnya gitu, kok baru kasih tau kalau ikutan putra putri literasi.

Terus untungnya kepala sekolahnya juga support gitu. Oh iya, berarti coba dong gerakin teman-teman di sekolah ini untuk mau membaca. Dan mereka kemarin juga sudah sampaikan, oke kita akan bikin ini dan juga puji Tuhan, kak Dila juga akan bantu karena koleksi bukunya banyak banget.

 Jadi itu masih bisa disebar ke sekolah teman-teman ini. Jadi itu mungkin langkah kecil mereka. Mereka mulai dari sekolah. Mungkin mereka bisa influence teman-temannya untuk yuk daripada kita setelah belajar  cuma nongkrong-nongkrong aja atau makan, mending kita makan sambil baca.

Itulah ada budaya baru di sekolah yang mungkin bukan budaya baru ya, tapi dihidupkan kembali . Jadi itu yang pertama.

Terus yang kedua kita juga punya cita-cita, teman-teman putra-putri ini mereka membuat esai, membuat penelitian juga untuk apa yang mau diangkat di Sulawesi Utara ini, apa yang mereka ingin sampaikan dan kita nanti akan kumpulkan dalam satu buku. 

Jadi ini juga tentunya akan ada proses yang panjang, tapi kita juga tidak khawatir karena kita juga punya pembina-pembina yang luar biasa dan mereka siap untuk kita tantang.

Juga pembina-pembinanya juga siap untuk mengasah lagi kemampuan mereka menulis. Jadi banyak sih sebenarnya cita-cita kita kedepannya. 

Jumadi: Nah Mas, apa yang menurut Mas Ketum perlu juga dilakukan oleh generasi muda? Bagaimana memanfaatkan media sosial ini untuk mempercepat gerakan literasi melek literasi di Sulawesi Utara? 

Standius : Nah kalau media sosial ini kita juga sudah sampaikan ke teman-teman ini, mereka juga punya akun pribadi media sosial kita minta untuk kalian kan sekarang sudah jadi face of putra-putra literasi. Jadi kalian juga punya kewajiban untuk maintain konten-konten apa yang kalian sampaikan di sosial media dan kita minta mereka untuk ayo menginfluence teman-teman kalian di sosialal media.

Entah itu mereka bisa sharing buku favorit apa, buku apa yang mereka bisa rekomendasikan, atau kalau sosial media sekarang kan juga sudah luas. Dan mungkin dari podcast-podcast mereka bisa bahas tentang satu buku karya siapa gitu yang nanti bisa bikin orang juga. Ah, jadi pengen baca buku ini deh, tertarik gitu. 

Karena jujur saya pun dulu orangnya jarang banget baca buku. Tapi mulai suka buku karena teman pernah nyampein jadi buku pertama yang saya baca itu bukunya buku fiksi, buku horor. Tapi aku suka tuh yang kayak gitu. Tapi nah, setelah itu jadi ikuti buku pertamanya ke dua, tiga, empat, sampai selanjutnya. Dan itu ternyata tidak disadari yang tadinya udaya aduh kayaknya kok baca tuh malas, bosan gitu. Tapi ternyata setiap lembar itu ada ceritanya. Ceritanya semakin kita masuk ke dalam ceritanya, jadi makin lama oh budayanya ternyata lama-lama jadi ikut nih kita.

Jumadi: Nah, untuk mempercepat lagi ini di generasi muda supaya lebih tergerak untuk melakukan gerakan literasi di Sulawesi Utara? Peran apa yang perlu dilakukan oleh sekolah-sekolah? 

Standius: Oke. Karena memang teman-teman ini kan juga sebagian besar juga masih sekolah putra-putri ini dan itu dia. Mereka bisa mempengaruhi semua teman di sekolah dan juga sampaikan ke guru dan juga mungkin ke kepala sekolahnya bahwa kita nih punya gerakan literasi yang juga disupport oleh pemerintah. 

Jadi sudah pasti kepala sekolah ini juga tergerak. Wah kita juga harus berlomba-lomba bikin gerakan-gerakan literasi ini agar setiap nanti dari perwakilan sekolahnya pun bisa melahirkan anak-anak yang melek literasi juga gitu. 

Dan juga mungkin kita juga dari ikatan putra-putri literasi ini juga kan mereka mewakili sekolah-sekolah. Dan kita berharap ke depan banyak sekolah-sekolah yang mengirimkan yang terlibat juga dalam beberapa gerakan literasi kita.

Jumadi: Baru-baru kan pemilihan putra-putri literasi ya, apa saja yang dinilai untuk mereka?

Standius: Jadi kemarin itu kita sebagai juri tidak hanya kita nilai saat grand finalnya, tapi kita mundur kebelakang kita, coaching mereka, kita berikan materi-materi yang membangun, materi-materi yang bisa membukakan mata mereka lebih luas. Karena kita kemarin juga kakak pembina juga hadirkan narasumber-narasumber yang memang kapabel di bidang literasi

Jadi kita kemarin kedatangan Kak Sania Rasyid, penus buku Romansa Satovia. Jadi kita juga senang banget dapat support dari orang-orang yang kapabel di gerakan literasi ini. Jadi teman-teman ini kemarin digembleng sampai ada yang bilang. Kak, ini baru pertama kali sih kita. Jadi benar-benar mereka diasah kemampuannya diberikan materi yang bagus gitu. 

Dan tadi balik lagi ke pertanyaan apa sih yang dinilai? Yang pertama attitude sudah pasti mereka menjadi representativ. Anak-anak sekarang harus jadi influence, prilaku harus bagus.

Lalu yang kedua, kegemaran mereka dan kecintaan mereka terhadap literasi, kita sampai mungkin kak Pambina juga kemarin sempat tanya kan apa buku favoritnya gitu?

Terus dari situ kamu dapat apa gitu kan? Jadi benar-benar kita nggak mau asal anak ini ikutan gitu. Tapi kita ingin mereka benar- benar tahu tentang buku, mereka bisa ambil nilai-nilai apa dari buku itu.

Jadi yang kedua itu. Lalu yang ketiga pas ke main grand final kita lihat speech mereka, kita minta mereka memberikan mini kampanye tentang literasi yang mereka akan bawakan nanti bagaimana.

Lalu juga kemarin sempat yang jadi penilaian kami juga. Gubernur dan Ibu sempat memberikan pertanyaan-pertanyaan ya pertanyaan-pertanyaan. Contohnya seperti apa yang akan kalian lakukan, terus konsistensi konsentrasinya.

Terus juga bagaimana cara mengajak teman-temannya untuk bergerak di literasi? Nah itu jadi kemarin kita merasa terhormat ya.

Bapak gubernur dan bu hadir di grand final untuk memberikan sebagai juri kehormatan tapi langsung jadi itu pun jadi surprise buat mereka ya.

Karena sebelumnya itu mereka tahu yang bakan bertanya adalah kak Dila. Tapi ternyata mereka keluar satu persatu. Wah yang ternyata menanyakan langsung gubernur dan bunda literasi. Jadi itu mungkin langsung kita juga satu penilaian dari kita, mental mereka juga. 

Tapi kalau kita bercita-cita anak-anak ini, putra-putri ini punya visi misi kedepan panjang itu kita butuh mental  baja. 

Jumadi: Nah, Kak Dila sebagai Duta Baca Sulut. Pengalamannya selama ini. Kira-kira pengaruh kepala daerah terhadap gerakan literasi di generasi muda itu bagaimana? 

Dila: Kalau ditanya yang saat ini itu tentu lagi-lagi dengan kehadirannya Mas Ketum ini wujud sebenarnya bahwa gerakan ini dilihat. 

Hari ini tuh menjadi konsentrasi utama bahwa perpustakaan yang namanya literasi itu adalah pusat peradaban. Sebenarnya gitu, jangan dilupakan perpustakaan hari ini. Itu yang menjadi kegamangan teman-teman kan di lapangan.

Bagaimana kita mau membaca kalau kita merasa harus ada rasa nyaman, misalnya begitu ya?

Nah, itu yang membuat akhirnya Mas Ketum merasa jadi challenge, harus hadir gitu kalau hari ini museum yang saat ini dikonsentraksikan oleh pemerintah saat ini.

Next itu akan ada diperpustakaan. Ini harus ada dan kita nggak boleh kalah lah. Kita bukan bersaing apa, tapi kita harus benar-benar menunjukkan bahwa indeks literasi di Sulawesi Utara itu bisa meningkat begitu dan menyambung juga tadi program-program sebenarnya yang dari putra-putri itu.

Sebenarnya Mas Ketum tuh punya banyak Ide brilian sekali. Tadinya beliau selain anak-anaknya akan jadi ada karya gitu. Akan ada buku, mungkin antologi, esai yang akan mengangkat sisi-sisi sejarah, hal-hal endemik yang ada di Sulawesi Utara yang tadinya misalnya belum terangkat, orang belum tahu ya dari daerah mereka itulah yang akan diangkat ke permukaan.

Dan itu menjadi salah satu budaya, salah satu parawisata, jadi ini tuh linear banget.

Sebenarnya gerakan literasi ini bukan hanya sampai dibaca dan tulis gitu kan, tapi juga bagi pada hal ini tuh bisa menjadi gerakan bertutur yang pariwisata Sulawesi Utara juga bisa terangkat dari tulisan-tulisan ini.

Selain itu keren kalau kita punya perpustakaan ruang publik yang ada di publik gitu, di mall misalnya gitu. Dan itu kan jarang banget terpikir oleh anak-anak yang punya privilege gitu ya.

Tadinya kayak yang penting diri saya gitu. Tapi bagaimana sih berdampak ke masyarakat gitu? Dan itu kayak oke, baik. Mari kita dukung.

Pokoknya apapun itu kita gas. Jadi karena untuk hal-hal yang terbaik dan hari ini, apalagi media tadi ya. Literasi apa digital? Kenapa dia tidak hadir di ruang publik? Seperti misalnya di tempat nongkrongnya anak-anak kenapa bukan di kafe-kafe juga dihadirkan? Iya, pojok-pojok banget penting ada.

Iya, inilah benar tidak dihadirkan, kenapa tidak diajak kolaborasi?

Nah, mungkin karena belum tersentuh siapa yang mau mengajak, harus ada kekuatan yang besar untuk mengajak ini gitu. Harus bergerak bersama gitu, karena kan ada tiga komponen terbesar di negara ini ya, ada Pemerintah, masyarakat itu ada swasta gitu kan. Jadi ini yang harusnya media ini ada bagian dari campaign kita yang mudah-mudahan cita-cita mas Ketum, cita-cita mulia beliau ini bisa jadi cita-cita kita semua ini bisa terealisasi.

Bahkan kalau bisa kita bikin festival literasi di Sulawesi Utara untuk menghadirkan bahwa melek literasi itu adalah salah satu cara untuk membuat masyarakat juga akhirnya tidak mudah terpapar hoaks, berpikir kritis, sharing dulu sebelum share gitu itu yang menjadi mungkin. Tujuan yang utama sebenarnya dari literasi digital ini lewat dari Ikatan Putra Putri Literasi.

Jumadi: Mas Ketum, Nah selain tadi itu menghadirkan semacam perpustakaan di ruang-ruang publiknya atau tempat-tempat nongkrong, perpustakaan mini. Apa rencana besar kedepan lagi yang akan dilakukan Ikatan putra-putri Literasi Sulawesi Utara? 

Standius: Rencananya banyak, lebih ke cita-cita kali ya cita-citanya kita sih. Kita pengen di setiap daerah mereka ada perpustakaan-perpustakaan yang hidup hidup lagi, dan juga itu lagi balik lagi ke privilege? Ya kita bisa, Pak Gubernur juga mungkin bisa arahkan untuk di setiap kota kabupaten untuk ayo hidupkan lagi perpustakaannya dan kita punya putra putri literasi ini dari setiap kabupaten kota yang mereka juga bisa jadi duta di daerah masing-masing. Jadi cita-cita besar kita sebenarnya itu ya, dan ada bunda literasi kabupaten kota juga.

Jadi kalau kita ini ada di provinsinya, kita berharap ada juga di kabupaten dan kota gitu. Jadi karena ya itu teman-teman ini kan memang asli dari daerah mereka masing-masing. Jadi kita juga ingin mereka berdaya juga danberimpact juga di daerah mereka masing-masing. 

Jumadi: Bagaimana tips sederhana bagi mereka yang mungkin selama ini jarang membaca supaya tertarik membaca ? mungkin bukan hanya membaca WA saja, tapi buku-buku bacaan-bacaan yang bermutu.

Standius: Jadi mungkin ini juga sempat dialami pribadi. Jadi memang ternyata itu mindset, kita harus mengubah mindset kita terhadap buku yang aduh, sekarang kalau lihat buku kayaknya harus berapa hari ini kita habisin gitu kan? Kayaknya kita menghabiskan waktu untuk buku gitu. 

Tapi kita ubah mindset kita, banyak loh hal-hal yang kita bisa dapatkan di buku yang tidak kita dapatkan misalkan di film atau lagi pertunjukkan teater segala macam itu. Dan banyak sekali yang kita bisa dapatkan di buku dan mungkin tidak harus kita belajar buku yang fisika atau yang ilmu-ilmu yang repot gitu. Tapi kita bisa mulai dari apa sih kita suka gitu? Misalkan, kita suka culture. Mungkin sekarang suka culturenya Korea.

Kita bisa baca apa namanya, bisa Korea? Iya bisa buku, buku-buku budaya yang Korea atau bagaimana gitu kan? Itu lama-kelamaan kita akan tercipta kebiasaan-kebiasaan yang wah lama-lama tadinya kita nggak suka baca kok baru baca satu buku aja kayaknya kurang. Ya kita mau baca buku yang lainnya gitu. Jadi mungkin mindset ya kita harus ubah. 

Jumadi: Dan memulai membaca buku yang disukai sebagai hobi?

Standius: Setidaknya temen-temen bisa membaca apa yang mereka sukai, atau yang ada relasinya. Terus kalaupun kita tidak suka buka yang printed atau yang cetak, kita kan sekarang juga banyak yang e book banyak juga yang sekarang jual PDF digital ya buku digital. Jadi sebenarnya nggak harus buku beli di toko. Buku gitu tapi kita bisa juga download. Mungkin contoh saya juga berlangganan Gramedia Digital itu tinggal download gitu, bayar harganya pun sangat murah. Iya nggak sampai ratusan ribu lah gitu. Seratus ribu kita bisa dapet tiga puluh empat buku malah gitu beli buku print. Kalau print kan belum ketinggalan, belum nanti dipinjem orang atau kita lupa taruhnya kalau udah dibawa. Kalau digital handphone setiap hari kita pegang. Jadi enggak ada alasan sih sebenarnya untuk enggak membaca any time an anywhere. 

Jumadi: Apa tips sederhana supaya orang juga mulai suka membaca? Bagi orang yang mungkin belum suka menjadi suka, apa tips sederhananya dari Dila?

Dila: sebenarnya membaca buku tuh kayak jatuh cinta enggak sih?  dari mata turun ke hati ya? Karena kalau kenapa sih orang sekarang para penulis juga sudah sangat kreatif gitu membuat misalnya ilustrasi covernya misalnya, itu lebih ke yang harus menarik perhatian yang eye catching, sehingga orang pas melihat covernya. Kan pasti pembaca pertama tuh pemula yang dia lihat itu bukan narasinya. Pasti yang dilihat adalah covernya menarik ga di covernya gitu. Nah kalau dia udah lihat itu, itu sebenarnya tantangannya bukan hanya di pembaca hari ini tuh tantangannya tuh sudah lintas, sudah ke pembaca ke penulisnya, ke illustrator, ke penerbit tempat komponen ini harus bersatu untuk meningkatkan budaya literasi yang ada di Indonesia.

Nah, jadi orang pertama pasti kembali lagi. Pasti lihat covernya, kalau covernya bagus baru tuh dia lihat sinopsisnya di belakang ini bercerita tentang apa sih dan setelah cover pastikan lihat judul gitu. Nah, kalau Dila sih sebenarnya hampir sama dengan Mas Ketum bahwa membaca aja sesuai dengan apa yang kamu suka. Nggak usah ikut trend orang hari ini.

Enggak usah terlalu terjerumus dengan tren. Tapi bagaimana kita ciptakan tren tersendiri, kalau memang senang baca buku fiksi yang ringan-ringan, kenapa enggak mulai dari itu dulu?  Pasti tingkat membaca seseorang itu akan meningkat seiring berjalannya waktu. Ketika dia senang membaca dan juga tips nih, kalau membaca itu enggak usah terpantik, harus membaca dari depan. Kalau Dila pribadi Dila tuh nggak senang baca buku dari awal. Jadi aku tuh seneng banget baca buku malah dari belakang, Jadi saya tuh selalu kalau baca buku, saya harus kenal dulu siapa penulisnya. Saya harus baca dia, nulisnya, latar belakangnya apa gitu, foto ya aja pengen tau gitu kan latar belakang orang. Nah, dari situ oh oke nih. Apa record dia gitu. Masuklah dia ke halaman paling terakhir karena dia tuh suka banget baca di klimaksnya. Endingnya enak nggak ini gitu. Baru kita akan kejar dia sampe ke depan gitu. Jadi Dila tuh membaca sebenarnya itu enggak bener ya dari depan habis ke belakang enggak, kita baca dari belakang, kemudian nyari ke intisarinya itu seperti apa, baru kita kejar. Pasti kalau kedepannya tuh udah luwes banget baca. Udah kayak membaca sesuai kesukaannya.

Iya bebas aja tidak ada pakem kok orang harus membaca tuh dari awal habis enggak ada gitu. Setiap buku kan banyak judul-judul di dalam dalam satu buku ya.

Jumadi: Mas Ketum, apa harapan anda sebagai ketua Ikatan Putra-putri Literasi Sulawesi Utara? Supaya betul-betul ini gerakan literasi d iSulut, khususnya bagi generasi muda, gerakannya lebih terstruktur dan masif?

Standius: Harapannya tentunya dari sebelas putra putri pilihan barusan, mereka punya yang pertama punya komitmen menggaungkan literasi ini gitu. Jadi harapannya mereka yang sudah terpilih ini bisa menjadi role model di setiap lingkungannya, mereka dari mulai sekolahnya, keluarganya, dari situ mereka akan menginfluence dan juga harapannya lagi untuk support dan juga dukungan dari masyarakat luas. 

Karena balik lagi kalau satu gerakan ini tidak disupport oleh masyarakat ya jadi kayak kita-kita aja gitu. Jadi tidak tidak punya dampak yang luas. Tapi saya percaya sih kalau masyarakat Sulut ini pastinya akan mendukung.

Karena benar literasi buku, perpustakaan sampai litersi ini pun awal dari peradabanya kan. Dan kita berharap juga ikatan literasi ini punya efek yang mungkin domino ya, kitamulai dari lingkungan kecil mereka sampai nanti mereka bisa berdampak ke luas.

Dan kita juga berharap dari pemerintahan juga support tidak putus. Karena kemarin bapak Gubernur juga sudah sampaikan kalau saya sudah buka ini bukan saya lagi yang cari kalian, kalian yang cari saya. Jadi malah itu jadi challenge ya.

Setelah ini kalian harus gas gitu, harus harus menggaungkan ini lebih masif itu. Dan saya rasa kalau sudah dukungan itu kita dapat ya tinggal anak-anak ini putra putri literasi ini bagaimana cara mereka mendeliver pesan ke masyarakat luas gitu. Jadi ya pasti harapannya banyak dukungan dari segala pihak pasti kita harus dapatkan.

Jumadi: Kakak Dila. Apa harapan Anda sebagai dalam gerakan literasi ini dalam waktu dekat, akan aktif di komunitas literasi yang sudah lama menggaungkan gerakan literasi di daerah ini. Apa harapan Anda? kedepan apalagi dengan hadirnya PPL Sulut?

Dila: Harapannya sebenarnya ini yang paling urgent saat ini adalah bagaimana gerakan literasi ini benar-benar menjadi perhatian khusus oleh pemerintah daerah. Karena kan kalau pemerintah pusat sudah sangat menggaungkan, nah sekarang pemerintah daerah dan kita hari ini hadir ada Mas Ketum, enggak boleh kita sia-siakan ini gitu kan?

Jadi artinya hal ini harus ada, saya berharap sih akan ada Perda terkait deliterasi yang kemudian ini menjadi payung hukum bersama teman-teman untuk bergerak di lapangan gitu. Karena kemarin Mas Ketum sebenarnya sudah ada gerakan juga dari Bolmut itu, ada namanya Perbup waktu itu, tapi masih yang periode yang sebelumnya itu ada Perbup yang akhirnya teman-teman di sana itu yang penggerak literasi, yang punya taman baceaan itu bisa mendapatkan insentif.

Jadi mereka mendapatkan insentif setara dengan guru PAUD di sana. Dan itu kan kayak menstimulus teman-teman di sana untuk menjadi kayak buka taman baca. Setidaknya ada biaya operasional yang mereka bisa bisa gunakan untuk kegiatan-kegiatan mereka seperti itu. Nah itulah sebenarnya yang menjadi PR bersama karena bukan hanya PR Mas Ketum ya, Mas Ketumnya hadir di sini untuk memberikan semangat dan mudah-muhan ini juga ditonton oleh semua stakeholder ya. Dan ini menjadi perhatian khusus bahwa gerakan literasi itu bukannya urusan perpustakaan, tapi urusannya semua stakeholder sebenarnya.

Apalagi di literasi digital tuh ada di Kominfo gitu kan? Literasi budaya dan kebudayaan, literasi pawisata, pariwisata gitu.

Jadi ini harus benar-benar sinergi gitu. Dan kalau karena kita sudah mendapatkan dukungan penuh dari Pak Gubernur juga lewat dari Masketum, maka mudah-mudahan ini akan menjadi langkah yang baik. (AMG)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Threads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved