Korupsi ASDP

Akhirnya Terungkap ASDP Masih Masukkan Kapal Karam Sebagai Aset, Ditanya JPU Saat Sidang Korupsi

Editor: Alpen Martinus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KAPAL: Ilustrasi kapal milik PT ASDP Ferry Indonesia (Persero) Cabang Bitung.Terungkap kapal karam masih dimasukkan dalam aset ASDP

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP masih terus berlanjut, Kamis (14/8/2025).

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas I A Khusus, Jalan Bungur Besar Raya No 24, 26, 28 Kemayoran, Jakarta Pusat.

Agendanya adalah mendengarkan keterangan sejumlah saksi.

Baca juga: Jadwal dan Cara Pendaftaran Tiket Mudik Gratis Kapal ASDP 2025, Tersedia 1.060 Lembar

Saksi yang dihadirkan adalah Endra Supriyanto selaku penilai publik dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MBPRU Kantor Cabang Bandar Lampung.

Pada persidangan tersebut terungkap bahwa kapal karam masih didata sebagai aset.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya soal keberadaan aset kapal yang sudah karam dalam daftar aset akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero).

ASDP adalah singkatan dari PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry (Persero).

ASDP menyediakan layanan transportasi publik antar pulau, menghubungkan wilayah yang terpisah oleh perairan, serta menyediakan akses transportasi ke wilayah yang belum memiliki penyeberangan. 

Hal ini ditanyakan kepada Endra Supriyanto selaku penilai publik dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MBPRU Kantor Cabang Bandar Lampung yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP, Kamis (14/8/2025).

Kapal Jembatan Musi II, pendekatan pasar Rp1.794.500.000. Ini penilaian 11 Juni 2021.

"Faktanya kapal tenggelam 5 Juni. Kok bisa dimasukkan begitu, Pak. Apakah kapal karam masih ada nilai pasarnya?” tanya salah satu jaksa dalam ruang sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, hari ini.

Dalam persidangan, JPU juga memperlihatkan sebuah pemberitaan yang menjelaskan bahwa kapal Jembatan Musi II ini kandas di bagian timur Pulau Suwangi karena kabut disertai dengan hujan lebat dan angin kencang.

Dikutip dari ANTARA, kapal pembawa penumpang ini karam pada 6 Mei 2021 lalu sekitar pukul 11.40 WITA.

Endra mengatakan, penilaian yang dilakukannya bersama tim menggunakan data hingga tanggal cut off 31 Desember 2020.

“Kami melakukan penilaian cut off-nya 31 Desember 2020,” kata Endra.

Faktor tanggal cut off ini menjadi pertanyaan lanjutan dari JPU.

Berdasarkan barang bukti yang dimiliki jaksa, perjanjian kerja sama antara kantor tempat Endra bekerja dengan PT JN dan PT ASDP baru diteken sekitar Maret 2021.

“Kenapa (cut off laporan) 31 Desember 2020 siapa yang meminta? Kan perjanjiannya di bulan Maret. Kerangka Acuan Kerja (KAK) juga baru dibaca sekitar itu, hasil pekerjaan juga 11 Juni 2021. Kenapa cut off date di Desember 2020? Kenapa tidak sesuai realita yang ada,” cecar jaksa.

Endra yang saat itu duduk di hadapan hakim hanya menjelaskan bahwa data yang dikerjakannya waktu itu untuk laporan keuangan PT JN.

Namun, hal ini dibantah JPU karena pada beberapa dokumen yang ada, penilaian dilakukan untuk kebutuhan akuisisi.

Sementara itu, saksi lainnya, Kokoh Pribadi yang juga merupakan penilai publik di Kantor MBPRU, menjelaskan soal kapal karam yang tetap dihitung sebagai aset.

Kokoh mengatakan, kapal Jembatan Musi II ini memang karam ketika penilaian dilakukan.

Tapi, saat ini sudah kembali beroperasional seperti biasa.

Saat itu, penilaian dilakukan karena kapal tersebut masih tercatat sebagai aset PT JN.

Kondisi kapal yang karam dihitung berdasarkan aspek pendekatan pasar, bukan pendekatan pendapatan.

“Pada saat itu, saat kami inspeksi itu, (kapal) sedang karam, salah satu penyesuaian adalah kami tidak melakukan pendekatan pendapatan,” jelas Kokoh dalam sidang yang sama.

Kokoh menjelaskan, aset yang dinilai bukan hanya yang nilainya signifikan, tetapi seluruh aset dalam daftar yang diberikan perusahaan.

Bahkan, kendaraan seperti motor yang valuasinya sudah menurun drastis juga dihitung. “Kami melakukan penilaian aset, jadi semua daftar aset yang diberikan ke kami untuk dilakukan penilaian maka kami akan lakukan penilaian,” kata Kokoh.

Laporan ini nantinya akan diserahkan kepada pemberi tugas, yaitu PT ASDP dan PT JN.

Negara rugi Rp1,25 Triliun

Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.

Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.

Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.

“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI, menyebut terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam," ujar jaksa.

Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.

ASDP 

ASDP adalah singkatan dari PT. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry (Persero).

Ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak dalam jasa penyeberangan dan pengelolaan pelabuhan penyeberangan.

ASDP menyediakan layanan transportasi publik antar pulau, menghubungkan wilayah yang terpisah oleh perairan, serta menyediakan akses transportasi ke wilayah yang belum memiliki penyeberangan. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Threads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Berita Terkini