TRIBUNMANADO.COM, MINAHASA - Isu pemindahan makam Kyai Modjo dari Desa Kembuan, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, ke Jawa Tengah menuai penolakan keras.
Salah satu penolakan datang langsung dari Arbo Baderen (67), penjaga makam sekaligus keturunan kelima dari Kyai Modjo.
Saat ditemui makam pada Senin (28/7/2025), Arbo menyampaikan penolakannya.
Ia menilai pemindahan makam tidak hanya mengusik ketenangan leluhurnya tetapi juga melukai perasaan para keturunan dan masyarakat Kampung Jawa Tondano (Jaton).
"Saya secara pribadi tidak setuju," ujar Arbo dengan suara lantang sambil menghentakkan kakinya sebagai bentuk penegasan sikap.
Selama lebih dari tiga dekade ia mengabdi sebagai penjaga makam, belum pernah ada wacana semacam itu.
Ia mempertanyakan kenapa isu ini baru muncul sekarang.
"Selama saya jaga dari tahun 90-an, tidak pernah ada pembicaraan soal pemindahan. Kenapa sekarang baru dibahas?" ucapnya.
Kyai Modjo bukan sekadar tokoh sejarah yang dimakamkan di tanah Minahasa, melainkan sudah menjadi bagian dari masyarakat lokal.
Para pengikut Kyai Modjo yang dibuang ke Minahasa pada masa kolonial Belanda telah menikah dengan warga setempat dan melahirkan generasi penerus yang kini tersebar di Kampung Jaton.
"Beliau sudah punya banyak turunan di sini. Makam itu bukan hanya batu nisan, tapi simbol sejarah dan identitas kami. Saya sangat menolak keras, biarpun tentara atau polisi yang datang saya tetap menolak," tegas Arbo.
Sebelumnya, wacana pemindahan ini kabarnya merupakan rencana pemerintah pusat untuk memulangkan para pahlawan nasional yang dimakamkan di luar daerah asalnya.
Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari instansi terkait mengenai tindak lanjut wacana tersebut.
Makam Kyai Modjo yang berada di puncak bukit Desa Kembuan telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya dan menjadi lokasi ziarah serta edukasi sejarah.
Bagi warga setempat, makam ini adalah warisan yang tak tergantikan.