MANADO, TRIBUNMANADO.CO.ID — Peristiwa tragis kembali mengguncang Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Seorang perempuan bernama Juwita Pontoh (37) tewas ditikam oleh suaminya sendiri, Sandri Pratama Ginoga (36), di sebuah rumah indekos di Jalan Ibantong, Kelurahan Sinindian, pada Minggu (22/6/2025) dini hari.
Usai melakukan penikaman, pelaku langsung menyerahkan diri ke pihak Polres Kotamobagu.
Menurut informasi awal, motif pembunuhan ini diduga dipicu oleh sakit hati dan cemburu, setelah pelaku merasa dihina oleh istrinya.
Namun, peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran lebih luas terkait dinamika hubungan suami istri serta tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Pengamat Sosial Sulawesi Utara sekaligus Dosen Universitas Negeri Manado (UNIMA), Dr. Meike Imbar, memberikan tanggapan serius terkait kasus tersebut.
Ia menyebut peristiwa ini bukan hanya kejahatan biasa, melainkan tragedi kemanusiaan.
“Kalau tidak salah, ini merupakan kasus kedua dalam tahun ini di wilayah Bolaang Mongondow, tepatnya di Kotamobagu. Ini suatu peristiwa yang sangat ironis dalam hubungan antar manusia, khususnya relasi suami istri,” ujarnya, Minggu (22/6/2025).
Ia menyayangkan bahwa dalam ikatan sakral pernikahan, kekerasan bahkan pembunuhan masih bisa terjadi.
Baginya, tindakan tersebut bertentangan secara langsung dengan nilai-nilai agama, hukum, dan kemanusiaan.
“Pembunuhan adalah perbuatan keji terhadap kemanusiaan, terhadap hak hidup seorang manusia.
Sebagai orang beragama, kita memahami bahwa kematian adalah hak dan kedaulatan Tuhan, dan tidak pernah didelegasikan kepada manusia,” tegasnya.
Menanggapi isu kecemburuan sebagai penyebab utama peristiwa ini, Meike menganggapnya sebagai pemicu kecil dari masalah yang lebih besar.
Ia menyebut bahwa cemburu yang berlebihan justru menjadi indikasi ketidakdewasaan emosional dalam sebuah hubungan.
“Kecemburuan yang berlebihan (oversize) menunjukkan kurangnya kedewasaan seseorang dalam menyikapi suatu hubungan.