Ini adalah keanehan dalam kejiwaan jika cinta dan cemburu berbaur erat dan sulit dibedakan,” ujarnya.
Ia membantah pandangan umum bahwa semakin besar cinta, maka semakin besar pula rasa cemburu.
Menurutnya, justru cinta yang sejati akan menghasilkan sikap positif.
“Pandangan umum yang mengatakan bahwa biasanya semakin cinta, sifat cemburu juga makin besar itu tidak benar.
Cinta adalah perasaan positif yang mestinya menghadirkan tindakan positif pula,” tambahnya.
Meike menekankan bahwa pemicu utama kekerasan dalam rumah tangga bukanlah persoalan ekonomi atau hinaan semata, melainkan ketidakmampuan dalam mengelola emosi serta kurangnya pengendalian diri.
“Pemicu utama KDRT sebenarnya tidak ada. Karena setiap rumah tangga punya masalah masing-masing, dengan ekskalasi dan cara penanganan yang berbeda-beda.
Yang menentukan adalah kedewasaan dari suami istri,” katanya.
Menurut dia, masalah ekonomi pun bisa diatasi jika pasangan saling memahami, tidak saling menuntut, dan menerapkan gaya hidup hemat.
Banyak keluarga yang hidup dalam keterbatasan namun tetap rukun dan berhasil mendidik anak-anak mereka menjadi pribadi sukses.
“Faktor utama kekerasan lebih kepada ketidakdewasaan yang mendorong rendahnya penguasaan diri. Ini yang harus menjadi perhatian serius,” tandasnya.
Dalam pandangan Meike, pendidikan berbasis masalah sangat penting agar seseorang bisa belajar mengidentifikasi persoalan, mencari akar masalah, hingga menemukan solusi yang efektif.
“Tidak ada masalah tanpa solusi. Selalu ada jalan terbuka.
Oleh karena itu, penting bagi semua orang, khususnya dalam keluarga, untuk dibekali kemampuan menyelesaikan masalah secara dewasa,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pertengkaran dalam rumah tangga seharusnya bisa dikelola dengan bijaksana.