Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Ahmad Yunus Mokoginta mungkin satu-satunya pejuang Indonesia asal Sulawesi Utara yang namanya tidak setenar rekan-rekannya seperti Ventje Sumual, John Lie hingga Alex Kawilarang.
Namun jasa dan kiprah bangsawan Mongondow ini di panggung perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI tak luput dari catatan sejarah.
Di masa revolusi (1945-1949) Ia tergabung ke dalam pasukan yang paling loyal, paling disiplin dan paling tangguh, yakni Divisi Siliwangi.
Ia juga adalah perwira lapangan yang memimpin Gerakan Hijrah Pasukan Siliwangi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah pada tanggal 1 Februari 1948.
Sama seperti rekannya Alexander Ivert Kawilarang, hingga kini AY Mokoginta belum mendapat pengakuan pemerintah RI sebagai Pahlawan Nasional.
Lahir dari Keluarga Kerajaan Mongondow
Ahmad Yunus Mokoginta dilahirkan di Ibu Kota Kerajaan Bolaang Mongondow, yakni Kotamobagu (sekarang bagian dari Provinsi Sulawesi Utara) pada 28 April 1921.
Ia adalah seorang Mododatu atau Bangsawan Kerajaan Bolaang Mongondow.
Ayahnya, Abraham Patra Mokoginta adalah Jogugu atau Perdana Menteri Kerajaan Bolaang Mongondow.
Sementara ibunya, Bua' Baay adalah putri Raja Bolaang Mongondow Datu Cornelius Manoppo.
Bua adalah gelar bagi bangsawan perempuan dari kerajaan Bolaang Mongondow.
Ahmad Yunus di kalangan orang Mongondow kala itu disapa dengan sebutan Abo' Nus. Abo' adalah gelar seorang pria bangsawan kerajaan Mongondow
Hijrah ke Jawa
Di usia yang masih belia, Ahmad Yunus ikut hijrah ke Pulau Jawa bersama ayahnya yang diasingkan Belanda pada tahun 1926 karena mendukung gerakan Serikat Islam di Kotamobagu.
Meski jauh dari Tanah Totaboan (Bolaang Mongondow) tak membuat AY Mokoginta kehilangan identitas Mongondownya.
Ia mewarisi keberanian para Bogani (Ksatria Mongondow).
Beranjak dewas, AY Mokogitan memulai karier militernya dengan masuk Akademi Militer Breda milik Pemerintah Hindia Belanda di Bandung, Jawa Barat, di saat Perang Pasifik yang dilancarkan Jepang tengah berlangsung.