Ia menjelaskan bahwa zona subduksi adalah tempat di mana dua lempeng tektonik bertemu dan salah satu lempeng menyelusup di bawah lempeng lainnya.
Ketika tegangan yang terakumulasi di antara lempeng ini dilepaskan secara tiba-tiba, gempa besar dengan magnitudo lebih dari 9 pada skala Richter bisa terjadi.
"Ingat gempa dan tsunami di Samudra Hindia tahun 2004? Itu salah satu contoh betapa dahsyatnya gempa megathrust," ujarnya.
Agus menekankan bahwa Sulawesi Utara sangat rentan terhadap gempa megathrust.
"Di sini ada Zona Subduksi Minahasa dan Palung Sulawesi yang aktif. Itu artinya, wilayah kita punya potensi besar untuk mengalami gempa besar," ujarnya.
Menurut Agus, Sulawesi Utara tidak hanya dikelilingi oleh satu zona subduksi, tapi juga berada di titik pertemuan tiga lempeng besar
Yakni Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik.
"Interaksi kompleks antara ketiga lempeng ini membuat wilayah kita salah satu yang paling aktif secara seismik di dunia," tambahnya.
Agus memperingatkan bahwa jika gempa megathrust terjadi di Sulawesi Utara, dampaknya bisa sangat merusak.
"Bangunan bisa hancur, tsunami bisa terjadi, dan ekonomi kita bisa lumpuh," katanya.
Ia juga menambahkan, tidak hanya itu, masyarakat bisa kehilangan rumah, mata pencaharian, dan yang paling buruk, nyawa.
Agus mengingatkan bahwa kesiapsiagaan adalah kunci untuk mengurangi dampak dari bencana ini.
“Masyarakat harus paham dan siap menghadapi risiko gempa megathrust ini. Ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menyelamatkan nyawa,” tegas Agus.
Ia juga mendorong pemerintah untuk memperkuat sistem mitigasi bencana agar dampak dari gempa megathrust bisa diminimalisir.
Di akhir penjelasannya, Agus berharap agar informasi ini dapat menjadi pengingat bagi masyarakat Sulawesi Utara bahwa hidup di daerah rawan gempa membutuhkan kesiapsiagaan dan kesadaran yang tinggi.