"Yaitu yang seharusnya biaya penglogaman berdasarkan HPP jika menggunakan smelter di PT Timah Tbk hanya sebesar Rp 738.930.203.450,76," kata jaksa.
Namun kenyataannya, PT Timah membayar Rp 3 triliun lebih untuk biaya penglogaman tersebut.
Dengan demikian, terdapat kemahalan harga mencapai Rp 2,2 triliun lebih.
"PT Timah Tbk membayar sebesar Rp 3.023.880.421.362,90, sehingga terdapat kemahalan harga sebesar Rp2.284.950.217.912,14," kata JPU.
SPK Disalahgunakan untuk Beli Bijih Timah Ilegal
Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung juga mengungkapkan modus Harvey Moeis dan beberapa bos smelter swasta mendapatkan pasokan bijih timah ilegal.
Beberapa bos smelter swasta dikoordinir oleh Harvey Moeis melakukan negosiasi dengan petinggi perusahaan plat merah PT Timah.
Negosiasi dilakukan Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) dengan perwakilan sejumlah perusahaan smelter swasta seperti CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Para pihak swasta tersebut menegosiasikan soal penyewaan smelter dengan petinggi PT Timah.
"Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin bersama smelter swasta, yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait sewa smelter swasta," kata jaksa saat membacakan dakwaan Harvey Moeis.
Dari negosiasi itu, terjadilah kesepakatan terkait harga sewa smelter tanpa adanya studi kelayakan yang benar.
"Sehingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau feasibility study atau kajian yang memadai atau mendalam," kata jaksa.
Kemudian Harvey Moeis Cs juga disebut jaksa melakukan kesepakatan dengan PT Timah, sehingga terbit surat perintah kerja (SPK).
SPK tersebut kemudian digunakan untuk melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari kegiatan penambangan ilegal.
"Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin bersama smelter swasta, yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa menyepakati dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja atau SPK di wilayah ijin usaha pertambangan PT Timah Tbk dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter-swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah Tbk," bener JPU dalam dakwaannya.