Mata Lokal Memilih

Pantas KPK tak Mau Minta Daftar Calon Menteri Prabowo Subianto, Ternyata Ada Maksud Lain

Editor: Alpen Martinus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Capres Prabowo Subianto ingin berantas korupsi dengan cara naikkan gaji pejabat. Apabila ada menyimpang, bakal ditindak seberat-beratnya. Potret Capres Prabowo Subianto bersama cawapres Gibran Rakabuming Raka di acara 'PAKU Integritas, Penguatan Antikorupsi' untuk calon presiden dan calon wakil presiden tahun 2024 di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, (17/1/2024).

TRIBUNMANADO.CO.ID- Seperti biasa, seorang pejabat negara wajib untuk melaporkan harta kekayaan mereka.

Pun dengan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Pun nantinya saat mereka sudah dilantik, mereka harus menujuk menteri yang akan membantu kerja mereka.

Baca juga: Putusan MK Mendelegitimasi, Pakar: Prabowo-Gibran Harus Perbaiki KPK, Revisi UU ITE

Nantinya, para menteri juga harus melaporkan harta kekayaan mereka.

Biasanya untuk menjadi Menteri, rekam jejaknya harus jelas, khususnya soal laporan harta kekayaan.

Namun KPK kini berbeda, mereka tak meminta daftar nama Menteri dari Presiden sebelum dilantik.

Rupanya pimpinan KPK yang baru tak menghendaki hal tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak akan meminta Prabowo Subianto selaku Presiden terpilih RI untuk menyerahkan nama-nama calon menteri untuk ditelusuri rekam jejaknya.

Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, apabila nantinya menteri Prabowo ada yang berbuat korupsi, langsung saja diproses hukum.

"Saya kalau kamu tanya saya pribadi, enggak. Ngapain gitu-gituan, zalim loh orang distabilo-stabilo. Kalau terbukti (korupsi) ambil," kata Pahala di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2024).

Pahala juga meyakini empat pimpinan KPK yang ada saat ini berpikiran seperti dirinya.

"Saya yakin pimpinan yang baru enggak tertarik ya menstabilo. Karena kan mereka juga mau habis ya (masa jabatannya) delapan bulan lagi," katanya.

Menurut Pahala, "stabilo" terhadap seseorang merupakan bentuk tindak pidana.

Karena ia menilai hal tersebut sudah mencap seseorang bersalah.

"Ini pidana. Kalau dibilang ukurannya normatif boleh, tapi kan ini pidana salah atau enggak. Dengan stabilo artinya kamu bersalah, kalau bersalah kan udah ada jalurnya, ambil orangnya. Jangan stabilo-stabilo," katanya.

Halaman
12

Berita Terkini