1. Prajogo Pangestu
Prajogo Pangestu (79) lahir pada 13 Mei 1944 di Kalimantan Barat.
Putra pedagang karet ini pernah bekerja sebagai sopir angkot sebelum terjun ke dunia bisnis.
Karena hidup keluarganya yang pas-pasan, Prajogo hanya bisa menyelesaikan sekolah hanya di tingkat menengah.
Prajogo memulai kariernya sebagai pengusaha pada 1960-an, saat bergabung dengan perusahaan jual beli kayu milik orang Malaysia, Djajanti Timber Group.
Prajogo kemudian dipercaya menjadi general manager Pabrik Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur pada 1976.
Setahun berkarier, Prajogo memutuskan untuk keluar dan memulai bisnisnya dengan membeli CV Pacific Lumber Coy.
Perusahaan itu lantas diganti namanya menjadi Barito Pacific Timber.
Tetapi, Prajogo kembali mengubah nama Barito Pacific TImber menjadi Barito Pacific pada 1993, setelah melakukan diversifikasi ke lini bisnis lain.
Sejak saat itu, bisnis Prajogo merambah ke berbagai bidang.
Di tahun 2007, Prajogo mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia, Chandra Asri.
Empat tahun kemudian, ia menyelesaikan merger dengan Tri Polyta Indonesia untuk menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Lalu, pada 2021, Thaioil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri.
Sebagian besar harta Prajogo berasal dari meroketnya nilai kepemilikan sahamnya di perusahaan produsen energi panas bumi, Barito Renewable Energy - yang juga milik Prajogo.
Saham perusahaan tersebut telah meningkat lima kali lipat sejak didaftarkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Oktober 2023, dengan lonjakan 25 persen tercatat dalam satu hari pada pekan lalu.
Barito Renewable merupakan induk perusahaan Star Energy Geothermal Group, produsen panas bumi terbesar di Indonesia dengan kapasitas 886 megawatt.