Pembunuhan Sadis di Boltim

Fakta Baru Pembunuhan Bocah di Boltim, Rekonstruksi Tak Dilakukan di TKP, Total Ada 50 Adegan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terungkap di Rekonstruksi pembunuhan bocah 8 tahun di Boltim

Pelaku seorang wanita berinisial AM alias Aning kini terancam hukuman mati.

Kapolres Boltim AKBP Sugeng Setyo Budi mengatakan pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP Sub Pasal 338 KUHP lebih sub Pasal 365 ayat (1), (3) KUHP.

“Paling berat ancaman hukuman mati atau paling ringan 12 tahun penjara,” ujarnya didampingi Kasat Reskrim Polres Boltim AKP Denny Tampenanawas.

Adapun motif tersangka AM melakukan perbuatan keji tersebut yakni mengincar barang-barang perhiasan emas yang dikenakan korban.

Setelah menghabisi nyawa korban, AM mengambil perhiasan emas korban, mendorong jasad korban ke selokan dan pulang ke rumah seperti tidak terjadi apa-apa.

"Tersangka AM sempat ikut melaksanakan salat jenazah korban," jelasnya

Setyo menjelaskan niat membunuh ini sudah direncanakan pelaku sejak 3 hari sebelumnya.

Dia mempersiapkan pisau yang sudah diasahnya menjadi tajam.

“Itu seperti pisau dapur besar tapi sudah di modifikasi mbak, sangat tipis dan tajam," ujarnya.

Penjelasan Psikolog Preysi Siby

Publik Sulawesi Utara dihebohkan dengan peristiwa pembunuhan Tilfa Azahra Mokoagow (8) di Desa Paret, Tutuyan, Boltim, Kamis (18/1/2024).

Korban dibunuh oleh seorang wanita berinisial AM yang masih kerabat keluarga.

Pelaku nekat membunuh korban lantaran menginginkan perhiasan emas yang dipakai oleh korban.

Psikolog Dr Preysi Siby MPsi menjelaskan ada beberapa aspek dari sudut pandang psikologi yang mempengaruhi hal ini.

Pertama, rasa kedekatan yang sudah terjalin. Pelaku kekerasan, merasa punya kontrol dan merasa berkuasa pada korban.

Pada kasus ini, pelaku biasanya merupakan pihak yang merasa superior.

Pelaku menggunakan power, kekuasaan yang dimiliki untuk memaksakan keinginan kepada korban.

Hal ini bisa pada pasangan, kerabat, bahkan anak kandung.

"Kasus kekerasan yang berhubungan dengan orang terdekat tidak hanya dilakukan secara fisik tapi juga psikispsikis," kata Dr Preysi kepada Tribunmanado.co.id, Jumat (19/1/2024).

Kedua, masalah emosional.

Pelaku yang merupakan orang terdekat bisa merasa cemburu, iri. Aapun itu yang termasuk dalam kategori emosi negatif.

Ini bisa memicu munculnya keinginan untuk melakukan tindakan kejahatan, menyakiti diri sendiri dan menyakiti orang lain sampai pada menghabisi nyawa diri sendiri atau orang lain.

Pengalaman traumatis yang menimbulkan masalah emosional juga ikut terlibat dalam hal ini.

Termasuk pengalaman traumatis yang belum selesai dalam waktu yang cukup lama.

"Misal membuat pelaku tega untuk melakukan tindakan kejahatan karena tidak bisa mengelola emosi dengan baik," jelasnya.

Selanjutnya, perasaan emosi yang dilampiaskan kepada orang terdekat didasari oleh persepsi bahwa apabila emosi tersebut dilampiaskan kepada korban maka orang terdekat tersebut akan menerima.

Menjadi hal penting, tiap individu memiliki ‘skill’ mengenali bentuk emosi diri.

Sehingga dapat menyadari bentuk emosi yang dirasakan.

"Jika bentuk emosi yang dirasakan bisa membahayakan orang lain, ada keinginan untuk melukai atau mencelakakan, maka segera cari bantuan pengobatan serta dukungan tenaga profesional," kata Dr Preysi.

 

TribunManado.co.id/Ren/Teguh/Nie)

Baca Berita Tribun Manado di Google News

Berita Terkini