Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, menilai maraknya kader PDIP lantaran sudah tidak nyaman dengan internal partai berlambang banteng tersebut.
Selain itu, Ujang menganggap ketidakjelasan jenjang karier politik di PDIP juga menjadi faktor lain banyaknya kader PDIP yang hengkang.
"Mungkin memang sudah tidak nyaman lagi, makanya kalau sudah tidak nyaman, ya keluar. Sama saja kalau di rumah tidak nyaman ya keluar."
"Di partai pun sama, kalau tidak ada kenyamanan dan tidak punya masa depan, ya keluar," ujarnya kepada Tribunnews.com, Selasa (16/1/2024).
Ujang juga menilai mundurnya kader PDIP memiliki kesamaan alasan seperti Maruarar Sirait yang ingin mengikuti langkah politik Jokowi yaitu pecah kongsi dengan partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.
"Kedua, bisa jadi bahwa yang keluar-keluar adalah geng-geng atau loyalis kelompok Jokowi. Kalau Jokowinya sudah pecah kongsi, sudah tidak bersama-sama PDIP lagi walaupun belum mundur, mereka terlebih dahulu mundur," tuturnya.
Ujang juga menilai bahwa tidak ada faktor perbedaan ideologis antara partai dan para kader PDIP yang mundur tersebut.
Dia menegaskan bahwa kader yang mundur karena sudah tidak nyaman di PDIP dan tidak adanya jenjang karier politik yang jelas.
Ujang pun mencontohkan Maruarar Sirait alias Ara ketika tidak jadi menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) di era pemerintahan Jokowi jilid I.
Kemudian, pada Pileg 2019, Ara dipindah dari daerah pemilihan (dapil) Jabar IX ke dapil Jabar III.
Menurutnya, ini adalah wujud ketidakjelasan karier politik di PDIP.
"Artinya mungkin sudah tidak sekuat dulu. Jadi tidak ada masa depan politik dan tidak nyamannya di situ," kata Ujang soal Ara.
Selanjutnya, ketika ditanya soal apakah maraknya kader mundur akan memengaruhi elektabilitas PDIP, Ujang turut mengamini.
"Mungkin bisa, besar atau kecil, pasti berdampak," katanya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.