“Cakra” jawab tamu tak diundang tersebut.
Betapa luar biasa heran sang empu rumah tersebut, gerombolan Cakrabirawa telah bersiap disepanjang rumah hingga ke jalan depan.
“Bapak Presiden meminta Jenderal menghadap sekarang juga. Keadaan negara genting, Jenderal!” lanjut Serma Satar, diantara gerombolan yang datang.
“Baik!”
“Loh, kenapa ikut masuk?” Bu Parman mulai gelisah ketika Satar yang diikuti Chareun dan Susanto mengikuti Pak Parman dalam jarak dekat dan dengan senjata terkokang.
Ketegangan mulai mencapai klimaksnya saat Bu Parman mencoba menghubungi Pak Yani, namun kabel telepon diputus.
Moncong senapan dari berbagai sudut terarah pada Pak Parman saat ia keluar kamar dengan seragam kedinasannya.
Ia lalu digiring keluar rumah, menuju gerombolan pasukan yang telah bersiap diluar untuk segera berlalu menggunakan bus serta truk,.. meninggalkan Bu Parman yg hanya diam tercekat, dalam getir, dalam kecemasan yang menghunus relung hatinya.
Perjalanan Karir Jenderal S Parman
Setelah Indonesia Merdeka, Jenderal S Parman memilih terjun ke dunia militer sebagai bentuk pengabdian kepada negara.
Jenderal Parman mengawali karier militer dengan menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Pada Desember 1945, Jenderal Parman diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi (PT) di Yogyakarta.
Jenderal Parman bahkan ikut bergerilya hingga luar kota selama Agresi Militer II.
Setelah Agresi Militer II pada Desember 1949, Parman ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.
Parman juga sempat mengenyam pendidikan di Koninklijke Militaire Academie (semacam AKMIL) di Breda, Belanda.
Parman kemudian diangkat menjadi Asisten I Men Pangad bidang intelijen dengan pangkat Brigadir Jenderal.