Nilai teologis yang berawal dari pantai itu kemudian tumbuh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada warga yang beragama Kristen sebagai hasil pembaptisan Xaverius dan beragama Muslim sebagai buah karya para pedagang Arab.
"Kami semua seperti saudara, beda agama namun saling mencintai dan menyayangi," kata dia.
Kini Kema tak lagi seperti dulu. Sudah tak ada lagi pelabuhan, tak ada pedagang asing, tak ada lagi keramaian sebuah pusat pemerintahan. Yang tersisa adalah peninggalan sejarah, termasuk pantai itu.
Datangnya para turis asing ibarat rendezvous. Entah mereka tahu sejarah pantai itu. Jika tahu pastinya mereka akan tinggal lebih lama. (tribunmanado.co.id/Arthur Rompis)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.