Ia mencontohkan, pengalaman baru-baru ini dengan Komite Kode Etik (KKE) menunjukkan betapa tidak berdayanya mereka menangani laporan tujuh kasus terkait indikasi pelanggaran Kode Etik dan Janji Pendeta.
Mengapa? Karena Komite Kode Etik ada di bawah BPMS.
"Tanpa MPS maka pelanggaran oleh BPMS tidak dapat disampaikan lagi dalam Sidang Majelis Sinode," kata dia.
Kritik Kedua soal hilangnya Badan Pengawas Perbendaharaan Sinode (BPPS) yang dipilih oleh Sidang Majelis Sinode.
BPPS digantikan dengan Komisi Pengawas Perbendaharaan Sinode (KPPS) yang ditunjuk oleh BPMS.
"Bayangkan, organisasi sebesar GMIM dengan peredaran uang yang sangat besar dan dengan aset yang sangat banyak tidak memiliki badan pengawas perbendaharaan yang langsung bertanggungjawab kepada Sidang Majelis Sinode," kata Pdt David Tular
Bagaimana jika ada aset-aset, misalnya hibah tanah, siapakah yg akan mengawasi?
Tanpa pengawasan maka keuangan di sinode rentan terjadi penyalahgunaan.
Kritik ketiga soal status ex-officio para Ketua Kompelka BIPRA Sinode dalam BPMS mulai periode 2022-2027 suda ditiadakan.
Penghilangan ketua BIPRA dari BPMS ini harus dilihat dalam keselarasan dengan sistem pemilihan BPMS yang konon hanya terpusat pada pemilihan ketua BPMS.
Sistem ini seakan membenarkan, lima tahun ke depan hanya ketua BPMS yg penting, bahkan terpenting. Anggota-anggota BPMS lainnya hanyalah bagian dari paket ketua BPMS. Prinsip kepemimpinan kolektif kolegial berakhir.
Ketiga perubahan ini jelas dan tegas menunjukkan bahwa, BPMS ini sengaja menghilangkan semua fungsi yg memungkinkan adanya kontrol, pengendalian dan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakannya. (ryo)
Biodata
Nama : Pdt David Tular
Pengalaman Kerja/Pelayanan