Sementara terkait dengan makna filosofis dari air dan tanah yang diambil dari Keraton Ngayogyakarta, akan dijelaskan langsung oleh Sultan sendiri.
7. Gubernur NTT bawa tanah dari 7 kabupaten
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat mengambil air dan tanah dari tujuh kabupaten di NTT.
Viktor berharap, tanah dan air yang diambil dari rahim Flobamorata (Singkatan nama nama pulau di NTT) untuk membangun IKN Nusantara, menjadi kekuatan dan kebanggaan Indonesia.
"Doakan kami agar tanah dan air dari rahim Flobamorata menuju Kalimantan Timur untuk membangun ibu kota negara baru kita Nusantara, menjadi kekuatan dan kebanggaan Indonesia," kata Viktor.
8. Gubernur Kalbar bawa air dari sungai terpanjang di Indonesia
Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji membawa air dari Sungai Kapuas dan tanah dari nol derajat Khatulistiwa ke IKN.
Menurut Sutarmidji, Kalbar memberikan tanah yang diambil dari daerah yang dilalui garis perlintasan titik nol derajat yang membagi bumi menjadi dua bagian, yakni utara dan selatan.
"Garis tersebut dikenal dengan equator atau garis khatulistiwa," kata Sutarmidji dalam keterangan tertulisnya, Minggu malam.
Tanah yang didedikasikan sebagai fondasi IKN ini diharapkan mampu memberi kemudahan dalam gerak langkah pembangunan.
Sementara air yang dibawa diambil dari titik pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Sebagai informasi, Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia, dengan panjang mencapai 1.143 kilometer.
"Air yang berasal dari sungai kebanggaan masyarakat Kalbar ini diharapkan dapat memberikan kesuburan dan kedamaian di IKN Nusantara," ucap Sutarmidji.
9. Gubernur Riau bawa tanah dari masjid bersejarah
Gubernur Riau Syamsuar membawa dua kilogram tanah yang diambil dari masjid-masjid tua dan bersejarah yang ada di Bumi Lancang Kuning.
Sedangkan 1 liter air diambil dari empat sungai, yaitu Sungai Kampar, Sungai Rokan, Sungai Siak dan Sungai Indragiri.
"Tanah masjid di antaranya, Masjid Raya Rengat yang dibangun tahun 1786, Masjid Jami' Air Tiris Kampar dibangun tahun 1901," kata Syamsuar dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Minggu (13/3/2022).
"Kemudian Masjid Raudhatul Jannah yang dibangun tahun 1800, bahkan Masjid Raya Pekanbaru yang dibangun tahun 1762 dan masjid-masjid lainnya," lanjut Syamsuar.
Tanah-tanah tersebut dibawa menggunakan tepak.
Bagi masyarakat Melayu Riau, tepak berfungsi sebagai tempat menyimpan sirih, pinang, tembakau, dan kelengkapan untuk memakan sirih.
Dipakainya tepak menjadi wadah dua kilogram tanah, karena kait kelindan sirih dan kelengkapannya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di tanah.
"Karena kita terdiri dari 12 kabupaten dan kota, kita ambil tanah masjid peninggalan masa lalu, masjid masa kerajaan lalu sebelum Indonesia merdeka. Ini adalah merupakan kumpulan dari tanah yang di situ semuanya masjid bersejarah," ucap Syamsuar.
Sementara, untuk air yang dibawa, bersumber dari sungai-sungai besar yang mengalir melintasi daerah-daerah di Provinsi Riau.
Air itu diambil dan dimasukkan ke dalam buluh atau bambu sebagai wadah penyimpanannya.
Alasan menggunakan buluh, kata Syamsuar, karena buluh banyak tumbuh di daerah aliran sungai. Dalam tradisi masyarakat Riau, buluh juga digunakan saat mengambil air enau (aren).
Kebiasaan itu dipakai pula untuk membawa air-air dari Provinsi Riau ke tempat lain.
"Kemudian yang air itu kita bawa, karena Riau itu terkenal dengan beberapa sungai besar yaitu Sungai Kampar, Siak, Rokan, Indragiri dan Kuantan. Ini juga satu kesatuan. Kami tentunya siap, mudah-mudahan IKN ini tetap maju di masa yang akan datang," ucap Syamsuar.
10. Gubernur Sulut Bawa Air dari Gunung Klabat dan Tanah Watu Pinawetengan
Air yang diambil Gubernur Olly Dondokambey dari sumber mata air Malimbukan, Desa Kolongan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa.
Ia menjelaskan, sumber mata air ini berada di Kaki Gunung Klabat yang merupakan gunung tertinggi di Provinsi Sulut dengan tinggi 1.995 mdpl.
Sumber mata air ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat, baik sebagai sumber air bersih, sumber air untuk mengaliri lahan pertanian masyarakat maupun untuk budidaya perikanan.
Pada saat Purnama sumber mata air terasa hangat dan diyakini memberi kehangatan bagi masyarakat yang menggunakannya pada malam hari.
Sementara Gubernur Olly Dondokambey mengambil tanah dari Cagar Budaya Watu Pinawetengan yang merupakan awal mula peradaban Suku Minahasa yaitu suku terbesar di Sulawesi Utara.
Watu Pinawetengan dahulu digunakan oleh para leluhur sebagai tempat pertemuan dan musyawarah untuk menentukan sesuatu. Musyawarah terpenting yang pertama kali dilakukan di Watu Pinawetengan sekitar 1.000 SM.
Para leluhur membicarakan mengenai pembagian wilayah yang akhirnya menghasilkan 9 sub etnis Minahasa, di mana setiap sub etnis memiliki bahasa dan wilayah masing-masing, dan pembagian wilayah tersebut digoreskan pada batu yang disebut Watu Pinawetengan.
Namun demikian, walaupun telah dibagi dari 9 sub etnis, tetapi dapat diikat dalam satu kearifan lokal yang disebut Minaesa, atau menjadi satu, di mana ini juga yang melatar belakangi penyebutan Kabupaten Minahasa yang merupakan kabupaten tertua di Provinsi Sulawesi Utara.
(Penulis Kontributor Pekanbaru Idon Tanjung, Kontributor Pontianak Hendra Cipta, Kontributor Samarinda Zakarias Demon Daton, Kontributor Yogyakarta Wisang Seto Pangaribowo Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani, Singgih Wiryono| Editor Pythag Kurniati, Khairina, Krisiandi, Michael Hangga Wismabrata, Rakhmat Nur Hakim, Antara, Tribun)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com