Thales tak pernah mendapatkan jawaban pasti tentang apa yang dikerjakan ayahnya.
Sampai pada suatu hari, Izzy mengetahui bahwa perusahaan itu menjual kendaraan bersenjata termasuk kepada pasukan khusus Indonesia, Kopassus.
Hal yang ia ketahui adalah bahwa Kopassus yang sama adalah yang dituduh meneror, menyiksa, dan membunuh rakyat Papua Barat.
Sementara suaminya merupakan seorang pengungsi Papua Barat.
Bahkan, anak-anak mereka tinggal di sana.
"Separuh dari keluarga anak-anak kami tinggal di Papua Barat, ketakutan dengan tentara Indonesia, siap lari ketika pasukan Kopassus masuk ke desa mereka,"
"Tiba-tiba saya menyadari dengan menyakitkan bahwa ayah saya dibayar oleh perusahaan yang menjual senjata yang mungkin digunakan untuk melawan keluarga cucu-cucunya sendiri," ungkapnya.
Sebelumnya, Izzy menyadari bahwa mungkin perjalanan hidup sang ayah dan suaminya punya jalinan pada suatu titik.
Tapi, Izzy mengaku tak pernah membayangkan bahwa jalinannya akan semengerikan ini.
"Saya selalu curiga bahwa perjalanan ayah saya dan perjalanan pasangan saya mungkin berhubungan, tetapi saya tidak pernah membayangkan betapa mengerikannya cerita mereka," katanya.
Suami Izzy, Lober Wanggai, mendarat di Cape York, Australia pada tanggal 17 Januari 2006 di sebuah kano cadik bersama 42 pengungsi lainnya dari Papua Barat.
Sesampainya di Australia, mereka semuanya ditahan di Pulau Christmas sebelum diberikan suaka.
"Indonesia tersinggung dengan penerimaan Australia terhadap mereka dan menargetkan keluarga mereka," tulis Izzy.
"Ibu Lober ditangkap sebagai pembalasan.
Teman dan anggota keluarga orang Papua di pengasingan ini telah ditangkap, disiksa dan dibunuh," katanya.