"Wajahnya tidak seperti orang lagi, bengkak, memar, merah, biru, mulut jontor. Babak belur intinya," kata Vita via telepon.
"Saya tanya ke polisi yang ada di situ, 'Kamu apakan suami saya?' Dia diam saja," ujarnya.
Vita bilang, saat hendak menangkap suaminya, polisi mengeluarkan tembakan peringatan. Padahal, kata dia, suaminya tidak memiliki senjata apa pun.
"Suami saya dihajar pakai besi. Mulutnya dilakban. Dia disiksa, disulut rokok sampai kencingnya berdarah."
"Padahal, saat berkas perkaranya dilimpahkan ke kejaksaan, jaksa kembalikan lagi ke polisi. Tidak ada ujungnya," kata Vita.
Saat dikonfirmasi soal testimoni Vita tadi, Juru Bicara Polda Sumatera Barat Kombes Stefanus Satake Bayu menyebutkan, pihaknya belum menerima laporan soal dugaan kekerasan oleh polisi di Tanah Datar.
Vita memang belum melaporkan kekerasan itu.
Baca juga: Ingin Luluhkan Hati Si Dia? 11 Lagu Ini Cocok Dinyanyikan Bersama Pasangan Saat Hari Valentine
Baca juga: Negara Bagian Victoria Lockdown, Australia Open Bergulir Tanpa Penonton
Setelah berkonsultasi dengan beberapa pihak, termasuk LBH Padang, dia ragu polisi yang menganiaya suaminya bakal diproses secara hukum.
"Kalau suami saya mati, mungkin baru kasusnya diangkat. Tapi kalau masih hidup, mungkin tidak akan pernah diproses. Mungkin memang harus tunggu mati dulu," kata Vita.
BBC telah berusaha mewawancarai Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Rusdi Hartono, terkait bagaimana lembaganya mengatasi kasus yang disebut sebagai extrajudicial killing oleh pemerhati HAM.
Namun, upaya konfirmasi lewat pesan singkat dan sambungan telepon itu belum ditanggapi.
Bagaimanapun, Kombes Satake Bayu menyebut setiap anggota polisi di bawah Polda Sumatera Barat harus mencegah kematian seseorang dalam proses pengusutan perkara pidana.
"Kemampuan anggota kami harus dilatih, terutama dalam menembak," kata Satake.
"Anggota kami juga harus mengetahui standar operasional prosedur dalam hal penangkapan. Administrasinya juga harus mereka siapkan," ujarnya kepada wartawan di Padang yang melaporkan untuk BBC Indonesia.
Dalam kasus kematian Deki Susanto di Solok Selatan, terdapat enam polisi yang diperiksa, tetapi baru satu yang dijadikan tersangka.