Mengenang Bruder Han Gerritse CSD, Misionaris Pendiri Tarekat BTD dan Panti Asuhan Anak Cacat Berat

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lukisan Bruder Han Gerritse CSD yang mencintai anak-anak cacat berat.

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Sebagai biarawan Katolik, Bruder Han Gerritse CSD menghabiskan lebih separuh hidupnya dalam pelayanan kasih di Sulawesi Utara.

Misionaris asal Belanda tersebut mengembuskan napas terakhir di tanah kelahirannya, Belanda, pada Sabtu (9/1/2021) pukul 09.00 waktu setempat dalam usia 82 tahun.

Misa rekuiem digelar untuk mendoakan almarhum Br Han.

Pada Selasa (12/1/201), misa rekuiem akan kembali digelar di kantor Yayasan Manuel Runtu, yayasan yang didirikan Br Han pada tahun 1985.

Sebelumnya, Minggu (10/1/2021), Direktur Tarekat Bruder Tujuh Duka Cita Maria (BTD) Pastor Maxi Manewus memimpin misa rekuiem bagi Br Han di Biara Dolorosa BTD Matani.

BTD sendiri adalah tarekat yang didirikan oleh Br Han pada 2001.

Dalam khotbahnya, Pastor Maxi mengatakan Br Han merupakan orang baik dan luar biasa. Ia sosok pekerja keras.

Sendirian sebagai misionaris CSD di Keuskupan Manado, Br Han yang dikenal sosok yang punya kasih, hati dan berbelas kasih, mendirikan sejumlah usaha.

"Bruder Han sendirian tapi bisa membuat banyak karya luar biasa apalagi sekarang kita dengan sekitar 30 bruder," kata Pastor Maxi.

Ia mengatakan, seperti biji sesawi yang jatuh ke tanah, mati dan akhirnya menghasilkan banyak buah, begitu pula Bruder Han. "Ini patut diteladani," katanya.

Seorang pembuat kue

Pastor Albertus Sujoko, imam direktur emeritus BTD, dalam tulisannya mengungkapkan, Br Han misionaris dari Belanda lama sekali tinggal di Woloan, Tomohon, di kompleks gereja paroki.

Sebelum tinggal di Woloan, bruder yang lahir di Den Haag, Belanda, pada 26 November 1938, menumpang tinggal di frateran CMM di Matani, Tomohon.

Ia adalah satu-satunya anggota tarekat bruder CSD (Congregatio Septem Dolorum) atau Kongregasi Tujuh Dukacita Santa Maria yang pernah ada di Keuskupan Manado.

Sebelum berangkat ke tanah misi, ia menjalani masa pembinaan sebagai biarawan CSD Belanda, masa postulat 1957-1958, novisiat 1958-1959.

Ia mengikrarkan kaul pertama pada 1959 dan kaul seumur hidup pada 1965. Empat tahun berselang ia diutus ke Indonesia.

Ia sebenarnya seorang tukang masak dan pembuat kue.

Oleh pemimpin kongregasinya di Belanda, ia diminta untuk kursus perawat kesehatan. Karena kursusnya ini, ia berangkat ke tanah misi.

Ia awalnya pergi ke Keppi, Merauke, tahun 1969. Hingga tahun 1974 ia berkarya di sana lalu mendapat misi ke Tomohon.

Di Tomohon ia memulai banyak karya.

Lilin dinyalakan di depan foto Br Han Gerritse CSD pada misa rekuiem di Biara Dolorosa, Tomohon, Minggu (10/1/2021). (Istimewa)

Awalnya sebagai bruder, ia berkeliling dengan mobilnya untuk menjual buku-buku bacaan dan benda-benda rohani.

Br Han kemudian mengembangkan karyanya dengan mendirikan Kapare (Karya Patung Remaja) yang juga menandai kelahiran Yayasan Manuel Runtu pada 15 September 1985.

Melalui Kapare, anak-anak remaja Desa Woloan membuat patung-patung kandang Natal sederhana ketika mereka pulang sekolah.

Melalui Yayasan Manuel Runtu (Yamaru) Br Han terus mengembangkan karya-karyanya.

Yayasan ini memberikan beasiswa anak-anak tidak mampu, menggelar pasar murah dan pakaian kiriman dari Belanda yang masih layak pakai.

Yang sekarang sangat dikenal oleh Pemerintah Sulawesi Utara adalah Panti Asuhan Sayap Kasih yang khusus merawat anak-anak cacat berat sejak lahir.

Br Han melalui Yamaru juga mendirikan Akademi Fisioterapi St Lukas pada 1997 yang kemudian menjadi bagian dari Universitas Katolik De La Salle Manado pada Maret 2019.

Panti Asuhan Sayap Kasih didirikan karena Br Han adalah seorang perawat. Hatinya memang penuh kasih kepada orang-orang sakit dan anak-anak cacat.

Sejak 1994 Br Han memberi perhatian bagi perawatan anak-anak cacat.

Panti Asuhan Sayap Kasih sendiri dimulai tahun 1999 dengan menyewa sebuah tempat di Tataaran, Kabupaten Minahasa.

Setelah ditemukan lahan yang tepat di Woloan, dibangunlah Panti Asuhan Sayap Kasih di situ dengan bantuan donatur Belanda. Mereka berpindah tahun 2003.

Dirikan Tarekat BTD

Hadir di tanah misi, Br Han satu-satunya misionaris CSD yang berkarya di Sulawesi Utara.

CSD sendiri merupakan kongregasi yang hampir punah saat itu. Para anggotanya sudah menua dan tidak ada calon baru.

Br Han harus menyaksikan tanda-tanda kepunahan tarekatnya.

Dalam buku Pastor Sujoko disebutkan bahwa Br Han pernah mengatakan bahwa CSD sudah pernah mencoba untuk mencari panggilan di Kanada tahun 1954, tetapi kandas. Dicoba lagi tahun 1967 di Merauke, tetapi gagal.

Namun, menurut Pastor Sujoko, Allah berbelas kasih dan bermurah hati kepada Br Han.

Pada tanggal 20 September 2001 yaitu pada perayaan ulang tahun ke-150 CSD di Belanda, di Tomohon, dimulai keberadaan kongregasi BTD dengan spiritualitas "Bunda yang berdukacita".

Kehadiran BTD dimaksudkan untuk meneruskan spiritualitas kongregasi CSD yang memang tinggal menunggu waktu punah.

"Pada tanggal 8 Desember 2013 itu juga Bapak Uskup Manado Mgr Josef Suwatan MSC telah mengirimkan ‘Surat Pemberitahuan’ atau komunikasi ke Roma melalui Duta Vatikan di Jakarta dengan surat No. 019/U/SE/XI/2013 kepada His Emminence Fernando Cardinal Filoni, Prefect Congregation for the Evangelisation of People, Palazzo di Propaganda Fide, Piazza di Spagna, 48, 00187 Roma, Italia. Kita berterima kasih kepada Bapak Uskup Manado (saat itu Mgr Yosef Suwatan MSC), Pastor Sismarwata MSC dan Pastor Yance Mangkey MSC yang telah membantu terjadinya legalitas BTD tersebut," ungkap Pastor Sujoko.

Baca juga: 4 Biarawan BTD Ikrarkan Kaul, Mereka Penjaga Anak-anak Panti Asuhan Sayap Kasih Tomohon

Kongregasi BTD bisa dikatakan lahir atau anak dari kongregasi SCD di bawah asuhan Br Han.

Br Han sendiri pernah mengaku mengucap syukur bahwa akhirnya Tarekat Bruder Tujuh Dukacita itu bisa bertumbuh dan berkembang di Keuskupan Manado, tepatnya di Woloan dan Tomohon.

Tahun 2001 dimulai di Kota Tomohon, tarekat ini menunjukkan hasil perkembangan yang menggembirakan.

Pastor Sujoko mengatakan, tidak kalah haru dan bahagia ialah Suster Gabriela PRR dari Larantuka.

Permulaan BTD yang dimulai di Manado itu justru dari gagasan kecil Sr Gabriela untuk membantu Br Pangkrasius CSD di Merauke.

Bruder yang biasa dipanggil Br Pangky itu adalah seorang perawat yang bekerja keras siang dan malam di poliklinik.

Suasana misa rekuiem bagi Br Han Gerritse CSD di Biara Dolorosa, Tomohon, Minggu (10/1/2021). (Istimewa)

Berkat promosi panggilan Sr Gabriela untuk memperkenalkan kongregasi CSD itu, maka ada sembilan anak muda dari Flores yang ingin melamar menjadi bruder CSD.

Namun lamaran itu tidak bisa diterima karena CSD sudah hampir punah dan tidak ada tenaga untuk membina para postulan dan novis.

Akhirnya Br Han dan Sr Gabriela dan juga atas dukungan dari Br Amatus CSD, Pemimpin Umum di Belanda, memohon kepada Uskup Manado untuk memulai tarekat baru tingkat keuskupan dan dimulai di Tomohon tanggal 20 September 2001.

Awalnya BTD meminjam rumah uskup dari tahun 2001-2017 sebagai tempat pembinaan tarekat baru itu.

Rumah di samping SMP Gonzaga itu dahulu tempat tinggal Uskup Nicholas Verhoeven MSC.

Sekarang tarekat BTD sudah punya rumah pembinaan sendiri di Matani.

Rumah dengan biaya pembangunan Rp 3,2 miliar itu dibangun murni sumbangan dari Belanda atas bantuan bruder-bruder CSD.

Selama ini mereka memiliki 3 komunitas. Dua rumah biara di Kota Tomohon dan satu di Desa Woloan.

Ada komunitas Santo Yoseph di Woloan, Komunitas Hesseveld di Matani dan Komunitas Dolorosa di Matani sebagai rumah pembinaan.

Tahun 2018, BTD melayani umat di Tompaso Baru dan membuka komunitas di Ranoyapo.

Ada pula bruder yang diutus menjaga asrama di kampus Universitas Katolik De La Salle Manado.

Pulang ke Belanda

Br Han pernah menjadi konsuler atau perwakilan Kedutaan Belanda di Manado, tahun 1989.

Pada tahun 2007, Kerajaan Belanda menganugerahkan penghargaan Oranje Nassau kepada Br Han.

Penghargaan yang dimulai pada 1892 tersebut diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki jasa istimewa bagi masyarakat.

Pengabdian Br Han untuk Indonesia, Sulawesi Utara, dan Kota Tomohon, berakhir pada 2017.

Pada tanggal 4 April 2017 ia kembali ke Belanda setelah 48 tahun berkarya sejak di Merauke, atau 42 tahun berkarya di Sulawesi Utara (Tomohon).

Kepulangannya meninggalkan karya kasih yang tak akan terlupakan bagi banyak warga dan tak dapat terbalaskan oleh anak-anak penderita cacat berat.

Selamat jalan, Bruder Han, terima kasih atas karya kasihmu. (*)

Baca juga: Begini Penjelasan Pakar Imunisasi Soal Vaksin Tak Jamin 100 Persen Bebas Covid-19

Baca juga: Keluarga Kapten Didik Singkirkan Karangan Bunga Hingga Matikan TV, Berharap Pilot Masih Hidup

Baca juga: KPK Selidiki Kasus Toilet Sekolah Rp 96,8 Miliar

Berita Terkini