Bertahun-tahun kita dimanjakan oleh textbook yang tanpa kita sadari, pembelajaran kita di dalam ruang-ruang kelas telah dikontrol oleh textbook yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal murid-murid kita.
Tanpa textbook, pembelajaran kita sepertinya tidak bisa terlaksana. Padahal, itu adalah pemikiran yang keliru.
Textbook seharusnya hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kita inginkan. Bukan sebaliknya; Textbook yang mendikte kita sebagai guru dalam setiap pengambilan keputusan terkait program pembelajaran yang kita kembangkan.
Hal yang saya kemukakan di atas adalah satu aspek dalam pembelajaran yang disebut sebagai pedagogical decision making.
Keterampilan ini menjadi sangat krusial bagi para guru profesional.
Prachagool, V. et al (2016) dalam publikasi mereka yang berjudul Pedagogical Decision Making through the Lens of Teacher Preparation Program mengatakan bahwa “Pedagogical decision making … concerns belief, self-efficacy, and actions that teachers expose to classroom.”
Pedagogical decision making berbicara mengenai apa yang dipercaya oleh guru tersebut dan tindakan yang mengikutinya.
Jika seorang guru mengaku sebagai guru profesional, tentulah ia tidak akan bergantung sepenuhnya pada materi yang disajikan di dalam textbook karena tindakan tersebut bertentangan dengan apa yang dipercayainya.
Berefleksi pada situasi delapan bulan terakhir, banyak situasi yang mengkondisikan para guru mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan dalam hal-hal pedagogi.
Prinsip pedagogy before technology benar-benar diuji di tengah pandemi saat ini.
Sederhananya, berapa banyak dari para guru yang ketika menggunakan sebuah aplikasi pembelajaran mempertimbangkan dengan seksama tujuan pembelajaran yang ditentukan?
Jangan-jangan aplikasi yang dipilih malah menentukan program pembelajaran yang direncanakan? Atau aplikasi tersebut sekadar membuat siswa sibuk tapi sebenarnya tidak belajar.
Sungguh sangat disayangkan jika aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dipilih hanya untuk menghabiskan waktu. Maka jangan heran jika para siswa tidak menemukan makna dalam pembelajaran yang mereka ikut.
Situasi pandemi kiranya menjadi kesempatan untuk kita berbenah dan bertanya apakah profesionalisme kita semakin berkembang atau malah situasi ini membuat kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Sejatinya manusia diberikan satu kemampuan saat menghadapi perubahan yaitu kemampuan beradaptasi.
Kemampuan ini hanya bisa berkembang ketika kemampuan yang lain seperti kemampuan mengambil keputusan juga dikembangkan.
Di momentum Hari Guru Nasional 2020 ini, mari kita mundur sejenak dan berefleksi.
Buah dari refleksi tersebut membuat kita menjadi guru-guru yang mengangkat tangan tinggi-tinggi ketika pertanyaan ini ditanyakan: “Who wants to lead the change?” (*)