Salah satu pemicu lain munculnya teman khayalan adalah saat anak merasa bosan.
Dalam fase ini, anak akan memutar otak dan kreativitas mereka justru meningkat.
Belum lagi ditambah dengan rasa ingin tahu anak yang seakan tak pernah berhenti setiap saat.
Wajarkah anak punya teman khayalan?
Dari gambaran bahwa sekitar 40 persen anak pernah memiliki teman khayalan hingga usia 10 tahun, rasanya wajar jika teman tak kasat mata ini hadir dalam kehidupan mereka.
Bentuknya bisa berupa anak-anak, makhluk fantasi, hewan, atau apa pun yang ada di imajinasi anak.
Kemungkinan besar, anak yang memiliki teman khayalan adalah anak pertama, anak tunggal, atau anak yang tidak terlalu banyak menonton televisi.
Kekosongan “teman” di dunia nyata ini membuat mereka berimajinasi dalam bentuk teman khayalan.
Manfaat teman khayalan
Memang ada saja kasus yang berbahaya terkait dengan kehadiran teman khayalan.
Mulai dari anak yang cenderung melakukan hal-hal nekat bahkan berbahaya karena ajakan teman khayalan.
Terkadang, anak juga bisa berlaku manipulatif.
Contohnya, ketika melakukan kesalahan yang murni terjadi karena inisiatifnya sendiri, ia bisa saja menyebut teman khayalan sebagai pihak yang mendorongnya melakukan hal itu.
Namun, di luar hal itu, ada juga manfaat memiliki teman khayalan bagi anak, seperti:
- Kehidupan sosial semakin baik
- Anak lebih banyak tertawa
- Ide-ide kreatif bermunculan
- Belajar berinteraksi dan mengurus orang lain
- Mengatasi rasa takut atau trauma akan hal tertentu
- Meningkatkan soft skill
- Kemampuan adaptasi masuk lingkungan baru meningkat
Bagaimana idealnya respons orangtua?