TRIBUNMANADO.CO.ID - Aksi demonstrasi menolak RUU KUHP dan Revisi UU KPK mulai ramai.
DR Toar Palilingan, Pengamat Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado mengatakan, Indonesia sebagai negara demokrasi jadi satu hal yang wajar dan biasa kemudian ada kelompok menggelar aksi demonstrasi.
"Rakyat bebas dalam batas tertentu menyampaikan aspirasi, " ujar dia kepada tribunmanado.co.id, Selasa (240/9/2019).
Dalam demokrasi perbedaan itu biasa, kemudian disampaikan slam bentuk penolakan akan satu hal .
"Yang penting argumentasi bisa diterima. Bisa jadi second kebijakan," kata dia.
Misalnya penolakan soal RUU KUHP dan Revisi UU KPK
Soal Revisi UU KPK itu sudah diketuk disetujui.
Proses itu sesuai mekanisme eksekutif dan legislatif menyetujui.
Kemudian ada yang tidak setuju itu biasa, ada mekanisme dan prosedur bisa ditempuh.
Pertama, judisial review di Mahkamah Konstitusi bahwa UU tersebut dianggap bertentangan dengan UU 45.
Kedua, dengan aksi demonstrasi yanf sasarannya agar ada Parlemen Reiview, atau parlemen mengubah keputusannya
Pada perkembangannya DPR RI bersikap mengesahkan dua UU tersebut.
Pada Revisi UU KPK, sikap Presiden dan DPR RI sama dan sudah sepakat, sementara untuk RUU KUHP DPR RI bersikap ingin mengesahkan RUU ini sementara Presiden meminta agar RUU ini ditunda dulu pengesahannya dengan harapan ditinjau lagi-lagi pasal-pasalnya.
Kemudian, kelompok masyarakat turun demonstrasi menolak RUU KUHP inilah aspirasi.
"Silakan saja dikritik, targetkan ada Parlemen Review," ungkap dia.
RUU KUHP ini memang sudah lama dibahas, KUHP yang ada itu dari produk zaman Belanda, kemudian ada revisi sah-sah saja karena mengikuti perkembangan yang dada. Belakangan memang muncul pasal-pasal kontroversial.
Ada yang menganggap pasal-pasal sudah menyerempet persoalan privasi, dan, persoalan moral.
Ada yang sepakat, tapi ad yang khawatir ranah privasinya dilanggar
"Memang sebenarnya tidak ada produk regulasi yang memuaskan semua pihak, " ujar dia.
Revisi KUHP memang sudah harus dilaksanakan, tapi bukan dengan ada pemaksaan kehendak, tapi kemudian jangan ending-nya ada perbedaan yang runcing.
Soal Revisi UU KPK, Korupsi harua diberantas sampai ke akar-akarnya, semua sepakat KPK jangan dilemahkan
"Kalau revisi okay, kalau dilemahkan kita tolak," ungkap dia.
Revisi milsanya soal dewan pengawas KPK perlu ada, itu hal yang sah-sah saja
"Presiden saja diawasi DPRD, jadi aneh kalau KPK tidak diawasi," kata dia.
Semua lembaga itu tidak sempurna, kemudian perlu ada pengawas itu wajar.
"Jadi aneh kalau tidak diawasi," kata dia.
Soal aksi demonstrasi penolakan itu silahkan saja yang penting jangan anarkis.
"Kalau sudah mengacau sudah urusan aparat, " kata dia.
(Tribunmanado.co.id/Ryo Noor)
BERITA TERPOPULER :
Baca: Kader Gerindra Demo Terpilihnya Mulan Jameela: Prabowo Akan Digugat
Baca: Alasan Jokowi Revisi UU KPK Terungkap, Hampir Sama dengan Analisis Fahri Hamzah, Kok Bisa?
Baca: Pemimpin Papua Keluarkan Pernyataan Tegas: Tidak akan Diampuni, Jangan Jadi Korban Referendum
TONTON JUGA :