BPJS Kesehatan Akan Datangi Rumah Peserta yang 'Bandel'

Penulis: Tim Tribun Manado
Editor: Lodie_Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana pelayanan peserta JKN-KIS di kantor BPJS Kesehatan Cabang Manado, Selasa (21/08/2019).

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan melakukan langkah tegas kepada para peserta yang menunggak iuran. Peserta yang menunggak nantinya akan didatangi petugas ke rumahnya masing-masing.

Direktur Utama BPJS‎ Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan hal tersebut dilakukan lantaran sepanjang tahun 2018 sekitar 12 juta jiwa atau 39 persen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) tidak tertib membayar iuran. Adapun total PBPU mencapai 31 juta jiwa.

"Kami akan door to door untuk menagih tagihan," ucap Fahmi Idris di gedung DPR, Jakarta, Senin(2/9).

Baca: Presiden Tidak Coret Daftar 10 Capim KPK

Ia menyebut selama ini, pihaknya melakukan self collecting dalam melakukan penagihan, misalnya seperti peringatan melalui SMS, pesan aplikasi Whatsapp dan email.  Namun, cara tersebut memang diakuinya belum maksimal dan efektif dalam menagih iuran.

"Kami akan melakukan 4 tahap (untuk menginvestigasi kepesertaan), yaitu sosialisasi langsung dan tidak langsung, menambahkan akses dalam pembayaran iuran, pengupayaan peserta mandiri tidak mampu membayar masuk dalam PBI APBN maupun APBD, dan mengadvokasi RS untuk memberikan hak pelayanan," kata Fahmi.

Lebih lanjut, Fahmi mengatakan, pembayaran iuran sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 89/2013 tentang pengenaan sanksi administratif. Namun, ia menyebut, di dalamnya belum ada aturan spesifik yang mengatur sanksi keterlambatan iuran.

Fahmi Idris juga menyebut defisit perusahaannya akan semakin besar jika kenaikan iuran tidak disetujui DPR RI.  Sebab, ia memprediksi bahwa defisit BPJS kesehatan akan naik setiap tahunnya, bahkan pada 2024 diprediksi mencapai Rp 77,9 triliun.

"Proyeksi di 2019-2024 kalau kita melihat ini, artinya kalau kita tidak melakukan upaya-upaya yang bersifat policy mix, artinya meningkatkan iuran kaitannya dengan upaya-upaya bauran kebijakan, maka akan terjadi defisit ini semakin lebar," ucap Fahmi.

Baca: Relawan Jokowi Usul Ahok Menteri PAN-RB

Bahkan, ia menyebutkan bahwa pada tahun 2020 BPJS akan defisit sebesar Rp 39,5 triliun. Kemudian tahun 2021 sebesar Rp 50,1 triliun, tahun 2022 Rp 58,6 triliun, tahun 2023 Rp 67,3 triliun, serta di tahun 2024 mencapai Rp 77,9 triliun.

Maka dari itu, Fahmi berharap DPR menyetujui besaran kenaikan iuran yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu.  "Harapannya dengan perbaikan fundamental iuran yang kemarin dipaparkan, persoalan defisit kita dapat selesaikan dengan lebih struktural," kata Fahmi.

Manipulasi Data Gaji

Anggota Komisi XI DPR, Ahmad Hatari mengatakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut ada 2.348 perusahaan yang memanipulasi data gaji kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dugaan manipulasi itu, kata Ahmad, yang diduga menjadi BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan sebesar Rp 32,84 triliun hingga akhir 2019.

"Siapa yang mau bantah ini?, manipulasi data, tata kelola yang kacau," kata Hatari.

Lebih lanjut, Hatari mengungkapkan, hasil audit BPKP menemukan masih ada 24,77 juta peserta BPJS Kesehatan yang bermasalah.  Dari data itu, 17,7 juta jiwa mengalami masalah NIK, 10 juta jiwa terdapat NIK ganda, dan kolom faskes yang kosong sekitar 21.000, dan sisanya sudah meninggal.

Sedangkan, dari hasil audit BPK, sebanyak 528.120 pekerja belum didaftarkan dari 8.314 perusahaan. Hasil itu ditemukan sebanyak 2.348 badan usaha tidak melaporkan gaji dengan benar. "Temuan BPKP juga, badan usaha yang belum tertib dengan tidak didaftarkan secara penuh pesertanya adalah 500 ribuan peserta," ujarnya.

Oleh karena itu, persoalan defisit keuangan BPJS Kesehatan harus diselesaikan secara bersama-sama khususnya antar pemerintah. Mulai dari penyelesaian data hingga keputusan untuk menyesuaikan iuran.

"Karena, sulit menyelamatkan BPJS, satu tahun itu asumsi tagihannya pada 2019 sebesar Rp 32 triliun, estimasi defisit harus ditutup dulu dan iuran baru bisa membantu BPJS Kesehatan di 2020," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan, iuran BPJS Kesehatan kelas mandiri I naik 100 persen mulai 1 Januari 2020 mendatang. Dengan kenaikan ini berarti, peserta yang tadinya membayar iuran Rp 80 ribu akan naik menjadi Rp 160 ribu per orang per bulan.

Untuk peserta kelas mandiri II, diusulkan agar iuran dinaikkan dari Rp 59 ribu per bulan menjadi Rp 110 ribu. Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42 ribu per peserta.

Sri Mulyani beralasan kenaikan iuran ini akan membuat kinerja keuangan BPJS Kesehatan semakin sehat. Hitungannya, kalau kenaikan iuran dilakukan sesuai usulan Kementerian Keuangan dan mulai diberlakukan 1 Januari 2020, kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang selama ini defisit bisa berbalik menjadi surplus Rp 17,2 triliun.

Baca: Api Bakar Habis Puskesmas dan 3 Rumah

Sementara itu Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Golkar, Muhammad Sarmuji mendesak pemerintah mencari penyebab utama defisit BPJS sebelum menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Pemerintah juga diminta menghitung berapa defisit akibat kurangnya iuran Premi peserta BPJS Kesehatan.

Ia menilai jebolnya keuangan BPJS tidak hanya disebabkan oleh kurangnya iuran Premi peserta BPJS. Namun, juga terdapat  faktor lain berupa kecurangan dari pihak rumah sakit dan peserta mandiri yang menunda pembayaran premi.

"Kenaikan kalau bisa yang rasional dan tidak boleh terlalu membebani kenaikannya. Penyebabnya dulu diatasi," ucap Sarmudji. Ia juga menyoroti data BPJS yang masih bermasalah.  Sarmuji mengungkapkan, ketika dirinya mendapatkan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Padahal, seharusnya itu diperuntukan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. "Saya saja dapat PBI, tapi saya mengundurkan diri. Salah satu faktornya, (data penerima PBI) mungkin yang harus diselesaikan oleh Pemerintah," ujarnya.

Kendati demikian, Sarmuji tidak memberikan pernyataan yang tegas, berapa seharusnya nilai kenaikan yang ideal iuran premi peserta BPJS. Ia hanya menginginkan kenaikan iuran tidak membebani masyarakat dan tidak menambah defisit BPJS yang tiap tahun semakin kronis.

"Kami belum bisa justifikasi angkanya berapa, kita tanya Pemerintah dulu berapa yang benernya disebabkan oleh kurangnya iuran. Masalah kecurangan, ada peserta yang tidak membayar Iuran. Itu semua harus diselesaikan dulu," pungkasnya.

Bentuk Pansus

Komisi XI dan Komisi IX DPR RI berencana membentuk panitia khusus (Pansus) terkait persoalan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Hatari mengatakan, rencana pembentukan Pansus itu lantaran adanya dugaan manipulasi data gaji yang dilakukan oleh ribuan perusahaan untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Temuan ini diduga menjadi penyebab defisit BPJS yang diperkiran mencapai Rp 32,8 triliun di tahun 2019.  Selain itu, hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut sebanyak 2.348 perusahaan memanipulasi data gaji karyawannya kepada BPJS Kesehatan.

"Jadi merujuk kepada data BPKP tadi bahwa kami akan rundingkan komisi IX dan komisi XI, perlu membentuk Pansus untuk mengkaji ini lebih dalam," kata Ahmad Hatari.

Lebih lanjut, Hatari juga menjelaskan bahwa masih ada 24,77 juta peserta BPJS Kesehatan yang bermasalah. Dari data itu, 17,7 juta jiwa mengalami masalah NIK, 10 juta jiwa terdapat NIK ganda, dan kolom faskes yang kosong sekitar 21.000, dan sisanya sudah meninggal.

"Hasil audit BPKP juga menemukan bahwa 528.120 pekerja belum didaftarkan dari 8.314 usaha dan 2.348 badan usaha tidak melaporkan gaji dengan benar," ujarnya.

BPJS Kesehatan, lanjut Ahmad, juga memanfaatkan peraturan presiden (Perpres) nomor 82 Pasal 161 tahun 2018 tentang peninjauan besaran iuran dalam kurun waktu 2 tahun sekali.  BPJS Kesehatan, kata Hatari, menggunakan Perpres itu untuk menaikan iuran, sementara defisit BPJS Kesehatan belum terselesaikan hingga membengkaknya defisit menjadi Rp 32,8 triliun di tahun 2019. (Tribun Network/yud/wly)

Berita Terkini