Tajuk Tamu Tribun Manado

Mendidik Orang, Bukan Robot

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Adi Tucunan

Hari ini dunia terus berubah, segala metode pembelajaran masa lampau sudah menjadi usang dan tidak bisa dipakai lagi menghadapi zaman yang berbeda.

Guru dan dosen yang dididik dengan pola didik tradisional, tidak bisa lagi menggunakan gaya lama dalam mendidik karena memang zaman menuntut gaya pendidikan lebih modern, sesuai eranya dan tentu saja hasil yang diharapkan sudah berbeda.

Orang tua dan guru serta dosen, tidak boleh lagi memaksakan anak-anak muda itu untuk mengikuti semua arahan dan pola didikan mereka. Artinya orang tua, guru dan dosen perlu belajar mengamati secara teliti sebelum menerapkan gaya mendidik mereka.

Anak-anak muda perlu diarahkan untuk menjadi orang yang bertanggungjawab, bukan disuruh mengikuti setiap kata dan perintah verbal maupun nonverbal secara tidak bertanggungjawab.

Mereka adalah generasi muda penerus bangsa yang perlu mendapat porsi pendidikan yang layak bukan secara kuantitas tapi kualitas yang lebih baik.

Mendidik manusia tidaklah mudah seperti robot yang diperintah untuk berjalan. Manusia adalah makhluk bernalar, yang bisa mengembangkan potensinya sendiri sesuai kodrat yang diberikan kepadanya.

Peran orang tua, guru dan dosen hanyalah menggali potensi itu dan mendukungnya ke arah yang benar, bukan memaksakan mereka harus menjadi apa sesuai keinginan kita.

Blunder besar dalam dunia pendidikan kita adalah membuat anak-anak tidak bisa berpikir kritis dengan menyerang potensi mereka dengan membedakan mereka berdasarkan poin dan nilai ujian dalam kelas, padahal itu bukan indikator satu-satunya melihat keunggulan mereka.

Banyak anak berbakat di dunia IT tapi disuruh masuk fakultas kesehatan atau ekonomi oleh orang tuanya, karena orang tua menganggap anak itu robot, akhirnya setelah masuk kuliah dia tidak bahagia dan seperti terlihat bodoh, padahal bukan karena dia bodoh tapi karena dia bereaksi terhadap perintah yang salah untuk membelokkan potensinya.

Banyak anak terlihat nakal dan membangkang, bukan karena mereka anak bermasalah dan gagal, tapi karena mereka memberontak terhadap upaya menjadikan mereka robot oleh keluarga, sekolah dan kampus mereka.

Sangat disayangkan kalau anak-anak kita hari ini menjadi seperti robot, bukan manusia bebas.

Saya pernah bertanya kepada mahasiswa saya, setelah lulus menjadi sarjana mau kemana, mereka banyak yang belum tahu dan saat saya meminta mereka untuk bisa mengembara keluar bertarung dalam kesendirian di dunia nyata, mereka banyak yang menjawab nanti tanya keputusan orang tua dulu. Inilah robot sesungguhnya.

Kita tidak punya hak sebagai orang tua, guru dan dosen untuk menciptakan mereka seperti robot, tapi menuntun mereka mendapatkan potensi yang Tuhan berikan kepada mereka.

Mari kita semua berbenah introspeksi semua kegagalan kita selama ini menjadikan anak-anak didik kita seperti robot, bukan manusia.

Kita berharap anak-anak kita menjadi manusia sesungguhnya dengan independensinya yang Tuhan berikan untuk memunculkan kehendak bebasnya yang bertanggung jawab. Mari kita kawal! (*)

Baca: Pelajar 16 Tahun Asal Jepang Diduga Jual Bahan Peledak Secara Online

Baca: Ketua Umum PSI: Negeri Kita Harus Diselamatkan, Harapan Terhadap Politik Tetap Kita Nyalakan

Baca: Prabowo Diminta Tak Gebrak Podium saat Hadiri Deklarasi Dukungan Advokat

Berita Terkini