Terdapat empat syarat untuk pemenuhan bebas bersyarat, satu di antaranya yakni menjalani dua per tiga masa pidana.
Semantara Abu Bakar Ba'asyir telah memenuhi syarat tersebut, di mana masa pidananya 15 tahun dan hingga kini telah menjalani masa tahanan 9 tahun.
Sedangkan untuk tiga syarat lainnya termasuk menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI dan Pancasila secara tertulis, Abu Bakar Ba'asyir enggan menandatangani, ia berdalih hanya akan setia pada ajaran Islam, tidak lainnya.
Baca: Bertetantangan Dengan Ideologi, Abu Bakar Baasyir Tolak Program Deradikalisasi
Baca: Abu Bakar Baasyir Batal Dibebaskan Pemerintah, Berikut 6 Faktanya
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan, bahwa sebenarnya Presiden Jokowi menyambut baik permohonan Abu Bakar Ba'asyir bebas atas dasar kemanusiaan.
"Dari sisi kemanusiaan, Presiden sangat memperhatikannya dengan sungguh-sungguh," ujar Moeldoko, Rabu (23/1/2019).
"Namun, ya, presiden juga memperhatikan prinsip-prinsip bernegara yang tidak dapat dikurangi dan tidak dapat dinegosiasikan," tambah Moeldoko pada Kompas.com.
Meski kini batal dibebaskan, Moeldoko menjamin fasilitas kesehatan untuk Abu Bakar Ba'asyir tidak akan berubah.
"Akses Ba'asyir ke fasilitas kesehatan enggak berubah. Itu standar. Bahkan akan kita lebihkan, ya, apabila membutuhkan. Itu untuk urusan kesehatan, kemanusiaan, enggak bisa dikurangi," ujar Moeldoko.
Terpidana 15 tahun kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir sebetulnya akan dibebaskan oleh Presiden Joko Widodo dari penjara karena alasan kemanusian. Namun, kali ini Jokowi menegaskan pembebasan Baa'asyir harus tetap sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut Jokowi, saat ini pembebasan Ba'asyir hanya dapat dilakukan dengan pemberian Pembebasan Bersyarat (PB). Konsekuensi pemberian PB tersebut adalah terpidana kasus terorisme harus memenuhi beberapa syarat umum dan khusus, termasuk menandatangani surat pernyataan kesetian terhadap Pancasila dan NKRI.
"Kita ini kan juga ada sistem hukum, ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya Pembebasan Bersyarat, bukan pembebasan murni. Pembebasan Bersyarat, syaratnya itu harus dipenuhi, kalau tidak kan nggak mungkin saya nabrak. Ya kan? Contoh syaratnya itu setia pada NKRI, setiap pada pancasila. Itu basic sekali itu, sangat prinsip sekali, jelas sekali," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Jokowi menegaskan, sistem dan mekanisme hukum untuk Pembebasan Bersyarat tetap harus ditempuh dan tidak bisa dikesampingkan, termasuk oleh dirinya selaku presiden. Ia menekankan dirinya selaku presiden tidak boleh melanggar aturan hukum untuk pembebasan Ba'asyir.
" Saya nabrak kan nggak bisa. Apalagi sekali lagi, Ini sesuatu yang basic, setia pada NKRI dan Pancasila," imbuhnya.
Jokowi menyatakan, adanya rencana pembebasan Ba'asyir tidak terlepas adanya permohonan dari pihak keluarga mengingat Ba'asyir telah berusia 80 tahun dan mengalami gangguan kesehatan.
"Bayangkan kalau kita sebagai anak, liat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu, yang saya sampaikan secara kemanusian," ujarnya.