Perbedaan tentang apa yang menjadi prioritas jika mereka akan terpilih. Materi yang disajikan diharapkan tidak bersifat normatif.
Artinya hanya mengedepankan apa yang sudah menjadi kewajiban oleh setiap pemerintah.
Kalau debat presiden di AS, menjadi menarik karena perdebatan keduanya bukan menonjolkan hal yang sifatnya normatif tetapi soal sikap jika terpilih.
Misalnya Hillary Clinton memiliki sikap keterbukaan dan kebebasan sementara Donald Trump membatasi adanya kaum imigran atau pendatang.
Akhirnya masyarakat pemilih terpecah pada dua pilihan sikap itu. Debat presiden di Indonesia akan menarik jika mengikuti pola itu.
Saat ini masih banyak wacana yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat misalnya soal hukuman mati bagi koruptor.
Sebagian menghendaki hukuman mati dan sebagian menolak. Mengenai hubungan diplomatik luar negeri. Sebagai mendukung kerja sama Indonesia dengan Israel dan sebagian menolak.
Dalam hal pemilihan kepala daerah, sebagian mendukung pilkada langsung sebagian pemilihan oleh kepala daerah.
Hal-hal di atas harusnya menjadi salah satu tema perdebatan. Calon mana bersikap mendukung pilihan yang mana. Harusnya debat digiring pada perdebatan soal pilihan itu.
Debat Pilpres 2014 lalu tidak menarik karena tema yang diangkat oleh calon yang satu ternyata sama persis dengan tema yang diangkat oleh calon lain.
Bahkan saat itu Pak Prabowo sempat menyebut mendukung program yang disampaikan pihak jokowi. Hal itu terjadi karena tema yang disampaikan sangat monoton dan kaku.
Mekanisme debat tidak dalam bentuk seperti mahasiswa yang sedang ujian skripsi. Panelis bertanya dan calon menjawab.
Mekanisme ini tidak menarik. Hal yang bisa dianggap menarik jika moderator mengajukan pertanyaan tentang pilihan berdasarkan wacana yang sedang berkembang.
Misalnya soal hubungan diplomatik dengan Israel. Panelis bisa menanyakan apa sikap masing-masing calon jika terpilih. Begitu juga dengan pilkada, apakah setuju langsung atau oleh DPRD.
Banyak tema yang bisa diangkat yang selama ini menjadi pro dan kontra di masyarakat yang membutuhkan jalan keluar.
Jika tema pro kontra ini dibawa pada materi debat maka akan menarik sebab jika salah dalam menentukan sikap, maka akan berpengaruh pada pilihan publik.
Publik pasti akan memilih calon yang sesuai dengan keinginannya selama ini.
Misalnya ada calon yang menyatakan sikap hukuman mati bagi koruptor maka yang memilih calon itu adalah publik yang selama ini berkeinginan agar koruptor di hukum mati. Begitu juga sebaliknya.
Waktu debat zaman Bush, materi debat waktu itu apakah mendukung perang atau menolak perang. Apakah menaikan pajak atau menurunkan pajak.
Kalau debat pilpres di Indonesia sangat normatif. Misalnya soal pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan lain-lain.
Padahal siapapun presidennnya isu-isu itu sudah wajib dilaksnakan karena itu amanat konstitusi UUD 1945.
Kalau itu sudah menjadi kewajiban pemerintah seharusnya tidak perlu masuk lagi dalam tema debat. Debat yang baik harus mengusung unsur sikap atau komitmen masing-masing calon terhadap wacana-wacana yang selama ini masih pro kontra. (fin/art/dma)
TONTON JUGA: