Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Film Animasi

Alasan Kualitas Animasi Merah Putih: One For All Dikritik, Budget Miliaran Ternyata Kejar Deadline

Film animasi Merah Putih: One for All produksi Perfiki Kreasindo baru-baru ini merilis trailer.

Kolase Tribun Manado/Istimewa
FILM ANIMASI - Alasan Kualitas Animasi Merah Putih: One For All Dikritik, Budget Miliaran Ternyata Kejar Deadline 

Mereka bersama-sama dalam misi heroik menyelamatkan bendera pusaka yang hilang misterius.

Mereka memulai petualangan menelusuri hutan, menyusuri sungai, hingga menghadapi konflik batin. 

Film ini menghabiskan biaya produksi Rp 6,7 miliar, namun cuplikan trailer yang dirilis memperlihatkan animasi kaku dan minim detail.

Banyak warganet menyamakan kualitasnya dengan game jadul atau proyek tugas sekolah.

Produser Toto Soegriwo mengakui pengerjaan film dilakukan kurang dari satu bulan untuk mengejar momen HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

Kecepatan produksi ini memicu keraguan terhadap hasil akhir.

Konten kreator YouTube Yono Jambul menemukan sejumlah aset film dibeli dari marketplace seperti Daz3D, termasuk latar “Street of Mumbai” yang dinilai tidak mencerminkan nuansa lokal Indonesia.

Warganet membandingkan film ini dengan Demon Slayer dan animasi lokal Jumbo.

Demon Slayer disebut hanya menghabiskan sekitar Rp 1,8 miliar per episode namun menghadirkan kualitas kelas dunia, sementara Jumbo dinilai berhasil mengangkat standar animasi Indonesia.

Sinopsi Film Animasi Merah Putih: One for All

Dengan durasi 1 jam 10 menit dan kategori SU (Semua Umur), film ini mengisahkan sekelompok anak di sebuah desa yang tengah bersiap menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia.

Dalam sinopsis resminya, dijelaskan bahwa mereka tergabung dalam Tim Merah Putih, sebuah kelompok khusus yang dipercaya menjaga bendera pusaka yang selalu dikibarkan setiap 17 Agustus.

Namun, tiga hari sebelum upacara, bendera tersebut tiba-tiba hilang secara misterius.

Delapan anak dengan latar belakang budaya yang berbeda, yakni Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa, kemudian bersatu untuk menjalankan misi penting menemukan kembali bendera itu.

Mereka adalah Neka, Yahya, Nabila Yasmin, Sky, Nathan, Billy, Rangga, dan Bintang.

Perjalanan mereka penuh tantangan, mulai dari menyeberangi sungai, menembus hutan, menghadapi badai, hingga belajar meredam ego masing-masing.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved