Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Manado Sulawesi Utara

Dugaan Calo SPMB Muncul, Ketua Komisi IV DPRD Manado Jimmy Gosal Minta Dibawa ke Ranah Hukum

Jika ada ASN yang terlibat calo, ia akan meminta Pemerintah Kota Manado untuk mengambil tindakan tegas.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Indry Panigoro
Kolase Tribun Manado/Tribun Manado/Indri Panigoro/Arthur Rompis
HEARING: Kolase foto SMP 1 Manado dan potrer saat pertemuan Komisi 4 DPRD Manado dengan dua anak yang viral karena tak dapa sekokah, Selasa 15 Juli 2025. 

MANADOTRIBUN.CO.ID - Dugaan calo dalam SPMB mengemuka dalam hearing Komisi IV terkait kasus dua anak yang viral karena tak beroleh sekolah, Selasa (15/7/2025) di ruang Komisi IV DPRD Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut).

Ketua Komisi IV Jimmy Gosal menuturkan, masalah calo berada di ranah hukum.

"Itu di luar pemerintah kota, kalau ada bisa laporkan ke aparat hukum," katanya.

Jika ada ASN yang terlibat calo, ia akan meminta Pemerintah Kota Manado untuk mengambil tindakan tegas.

"Segera tindaki," katanya.

Dari informasi yang beredar, sejumlah orangtua mengaku dimintai uang oleh calo agar anak-anak mereka diterima di SMP Negeri 1 Manado.

Ada yang diminta Rp 200 ribu, ada yang sampai Rp 2 juta. 

Nama seorang calo, Julkifi, disebut sebagai penghubung.

Bahkan, disebutkan bahwa ia kerap “memasukkan” 50-an siswa tiap tahun ke sekolah unggul tersebut.

“Kata Pak Kifli, anak-anak pasti bisa masuk asal mau bayar. Dia bilang sudah biasa bantu masukin puluhan anak ke SMP 1 tiap tahun,” ujar salah satu orangtua, enggan menyebutkan nama.

Dugaan makin kuat ketika nama seorang guru, Wage, ikut disebut sebagai tujuan dana itu.

Saat dikonfirmasi, Wage yang juga ketua panitia penerimaan siswa baru, mengakui bahwa kuota afirmasi telah dialihkan ke jalur prestasi karena pendaftar dari jalur afirmasi dianggap sedikit.

“Yang daftar jalur afirmasi sedikit, jadi kuotanya diisi oleh anak-anak dari jalur prestasi,” ujar Wage kepada Tribun Manado.

Namun fakta berbicara lain.

Banyak anak dari keluarga penerima PKH dan PIP yang merasa sistem tak berpihak pada mereka.

Anak-anak yang seharusnya diberi ruang, justru tersingkir diam-diam.

Klarifikasi Pihak Sekolah

Plt Kepala SMP Negeri 1 Manado, Riva Rori, menyatakan bahwa sekolah hanya mengikuti aturan dari Dinas Pendidikan.

Kuota penuh, 480 siswa, tak bisa ditambah.

Terkait isu pungli dan calo, ia mengakui sudah mendengar desas-desus dan menyebut hal itu sebagai “candaan” yang disalahartikan.

“Tidak ada permintaan uang dari sekolah. Prosedur kami menolak gratifikasi, pungli, dan percaloan,” tegasnya.

Sementara mengenai kasus dua anak itu, Ketua Komisi IV Manado mengatakan, lebih karena kekurangpahaman orang tua terhadap sistem baru SPMB.

Penyelidikan pihaknya menemukan bahwa kedua anak tersebut memang tidak memenuhi syarat masuk SMP Negeri 1 secara domisili.

Ungkap dia, ada kesalahan paradigma berpikir dalam hal sekolah favorit.

"Padahal Pemkot Manado sudah melakukan pemerataan guru, dan banyak siswa berprestasi 
di luar SMP 1," kata dia. 

Muhamad Rahmad Jul Fikar (Ikra) dan Raisa Putri Matoha tak lagi bersedih.

Kebahagiaan terpancar dari wajah keduanya usai pertemuan dengan anggota Komisi IV DPRD Manado, Selasa (15/7/2025).

Boleh Sekolah di SMP Negeri 16 Manado

Pertemuan tersebut memutuskan keduanya boleh bersekolah di SMP Negeri 16.

Sebelumnya baik Jul dan Raisa tidak mendapat sekolah.

Peristiwa ini viral dan memicu keprihatinan berbagai pihak.

Meski keinginan bersekolah di SMP Negeri 1 tak kesampaian, tapi keduanya cukup puas.

Usai rapat, keduanya cepat-cepat menuju ke parkiran kantor DPRD.

Sepeda motor dinaiki dengan buru-buru.

"Kami ingin segera ke SMP 16," kata dia.

Pertemuan dengan Komisi IV berlangsung di ruang komisi di lantai dua.

Dipimpin Ketua Komisi IV Jimmy Gosal, didapati bahwa kedua anak ini memang tidak memenuhi syarat secara domisili 
untuk masuk ke SMP 1.

Sebelum keduanya, pihak Dewan memanggil Kadis Pendidikan Manado untuk didengar keterangannya.

Dewan lantas meminta orang tua kedua anak ini agar dapat masuk ke sekolah yang sesuai domisili.

Dalam hal ini SMP 16 atau 5.

Seorang anggota Dewan lantas menelepon Kepsek SMP 16.

Pucuk dicinta ulam tiba. 

Ternyata ada kuota di SMP 16.

Jimmy menuturkan, masalah tersebut akibat kekurangtahuan orang tua terhadap sistem SPMB.

"Sistemnya memang sangat ketat, beda dengan tahun tahun sebelumnya," katanya.

Ia meminta agar Dinas Pendidikan Manado lebih gencar memberi sosialisasi ke warga untuk menghindari kesalahpahaman. 

Mengenai kedua anak tersebut, kata dia, akan bersekolah di SMP 16.

"Di sana kebetulan masih ada kuota, kalau sudah tak ada kita juga tak bisa berbuat apa apa," katanya.

Namun fakta lain didapat di lapangan, saat orangtua Raisa dan Ikra sampai di SMP 16 Manado yang berada di Kecamatan Singkil, mereka ditolak di SMP 16.

"Ini tidak bisa di SMP 16, katanya nanti nama anak-anak tidak bisa terdaftar di Data Pokok Pendidikan," kata mama Raisa.

Baca Berita Lainnya di: Google News

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved