Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tambang Nikel Raja Ampat

Terungkap! Ini 4 Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat, dari Swasta hingga Anak Usaha BUMN

Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di tiga pulau itu membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.

Kompas.com/Nabilla Ramadhian
TAMBANG NIKEL - Pemerintah pusat mulai menanggapi sorotan publik soal tambang nikel di Raja Ampat. Menteri LHK dan Menteri ESDM siap evaluasi izin dan tinjau langsung lokasi tambang. Apa dampaknya bagi kawasan konservasi dunia itu? 

Gag Nikel punya siapa? Mengutip Harian Kompas, PT Gag Nikel adalah perusahaan pemegang kontrak karya sejak 1998.

Mulanya, saham PT Gag Nikel dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75 persen dan PT Antam Tbk sebesar 25 persen.

Namun, sejak 2008, Antam mengakuisisi semua saham Asia Pacific Nickel Pty Ltd sehingga PT Gag Nikel sepenuhnya dikendalikan oleh Antam.

Berdasarkan informasi di laman Kementerian ESDM, kontrak karya PT Gag Nikel terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akta perizinan 430.K/30/DJB/2017.

Perusahaan itu memiliki luas wilayah izin pertambangan 13.136 hektar.

PT Gag Nikel mendapat izin produksi pada 2017, lalu mulai berproduksi pada 2018.

2. PT Anugerah Surya Pratama

Pemilik tambang nikel Raja Ampat kedua adalah PT Anugerah Surya Pratama.

Perusahaan ini termasuk penanam modal asing (PMA), milik raksasa nikel asal China, Wanxiang Group.

Di Indonesia, induk dari PT Anugerah Surya Pratama adalah PT Wanxiang Nickel Indonesia.

Dilihat dari situs resmi perusahaan, PT Wanxiang Nickel Indonesia juga jadi salah satu perusahaan Tiongkok yang beroperasi di Morowali.

Bisnis inti perusahaan adalah tambang nikel dan peleburan Feronikel.

Area tambangnya juga terletak di Pulau Waigeo dan Manuran, Papua.

3. PT Mulia Raymond Perkasa

Sedikit informasi yang bisa digali dari PT Mulia Raymond Perkasa.

Namun, merujuk pada data KLH, perusahaan ini melakukan pertambangan di Pulau Batang Pele.

KLH tidak menyebut luasan aktivitas pertambangan. Dalam keterangan resminya, KLH menyatakan PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved