Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Catatan Wartawan

Darah Menjadi Kopi

"Awalnya arwah dari korban seakan memburu saya, ia seperti membayangi saya, setelah itu saya diteror rasa sesal," kata dia.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Ventrico Nonutu
Tribunnews.com
CATATAN WARTAWAN - Foto ilustrasi. Darah Menjadi Kopi. 

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan.

Yang kedua dilahirkan tapi mati muda. Yang tersial adalah menjadi tua.

Itu kata Soe Hok Gie. Tapi lain kata L.

Menurutnya, nasib terbaik adalah lahir kembali.

L bukan aktivis. Ia hanya pria biasa.

Pernah L sehari terkenal.

Saat namanya disebut dalam koran sebagai pembunuh. 

Setelah itu, ia hanya sebuah nama, yang jika hilang pun dunia tak kan rugi.

L "mati" sebagai pembunuh dan lahir kembali sebagai barista.

Proses kelahiran L layaknya ibu melahirkan. 

Sulit dan sakitnya minta ampun, tapi mengandung harap. 

Bahagia tiba bersama tangis pertama si bayi.

Saya meliput L tanpa sengaja. Kala ngopi di Cafe tempat ia bekerja sebagai barista.

Saat itu L melayani saya dengan ramah. Rasa kopi buatannya sangat nikmat.

Saya pun iseng iseng bertanya. L langsung cerita. Saya pun takjub.

L menuturkan, suatu hari ia dan kawan kawannya pesta miras. 

Tiba-tiba datang seseorang yang memukul kawan L. 

Darah muda L yang kala itu berusia belasan tahun bergolak. 

Baca juga: Buta Sejak Lahir

Orang itu ia tikam. Tak disangkanya bakal mati.

Jadi pembunuh membuatnya penuh sesal.

"Awalnya arwah dari korban seakan memburu saya, ia seperti membayangi saya, setelah itu saya diteror rasa sesal," kata dia.

L galau. Selain sesal, ia diteror rasa rindu.

"Ini rasa yang menghancurkan saya," katanya.

Momen membaca Alkitab adalah awal kelahiran kembali L.

Entah mengapa, baca Alkitab yang sebelumnya terasa membosankan, di dalam penjara jadi sesuatu yang asyik.

"Setiap baca Alkitab saya jadi damai," katanya.

Hati L yang sudah dicangkul ayat Alkitab, lantas ditanami tanaman baru oleh para penginjil.

Mereka adalah para preman tobat.

"Dari situ saya benar-benar bertobat, mengaku dosa saya di hadapan Tuhan. Setelah itu serasa ada sesuatu yang baru dalam hati saya. Menurut seorang penginjil, itulah damai sejahtera," katanya. 

Damai itu menelanjanginya. Ia tak punya sesuatu untuk hidup.

L perlu itu agar hidupnya jadi berkat. Agar damai dalam dirinya bisa dinikmati sesama.

Pucuk dicinta ulam tiba.

"Saat itu ada pelatihan Barista, saya tak punya pengalaman buat kopi, tapi bela-balain ikut. Ternyata saya bisa. Bahkan saya terpilih dalam program sebuah lembaga untuk meneruskan karier sebagai barista jika keluar dari penjara," kata dia.

Sempat menjalani magang di sebuah rumah kopi, akhirnya ia menjadi barista tetap.

Baca juga: Palu yang Patah

Dengan penghasilan lumayan.

Salah satu kopi buatan andalannya adalah kopi rasa buah.

Mengecapnya betul-betul membawa damai di hati.

"Berbuat salah adalah pilihan manusia, tapi lahir kembali adalah anugerah Tuhan. Saya sangat beruntung sebagai manusia," katanya.

Saya teringat kisah Nikodemus dalam Alkitab.

Sang ahli Yahudi ini seorang yang sempurna. Kariernya moncer.

Ia sangat bermoral. Juga super pintar. Namun semua itu tak bernilai di hadapan Yesus. 

Yesus menyodorkan konsep lahir kembali oleh Roh. 

Dengan begitu sang moralis tak dapat membanggakan diri. 

Takaran kebaikan sepadat apapun masih kalah berat dengan dosa. 

Seorang pembunuh yang lahir kembali lebih baik dari moralis manapun.

(TribunManado/Arthur Rompis)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved