Presiden Prabowo Subianto
Akhirnya Terungkap Alasan Lokataru Foundation Gugat Presiden Prabowo, Minta Seorang Menteri Dipecat
Adapun nama Penggugat adalah Yayasan Citta Loka Taru dan tergugat adalah Presiden Republik Indonesia.
Selain itu, Lokataru meminta agar ada pengangkatan seseorang dengan integritas dan profesional untuk menggantikan Yandri.
Sebagai informasi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dibacakan dalam sidang terbuka pada 25 Februari 2025, mengungkapkan Mendes Yandri terbukti menggunakan jabatannya untuk memengaruhi kepala desa agar mendukung calon yang memiliki hubungan keluarga dengannya.
Dijelaskan Delpedro, tindakan ini dianggap melanggar prinsip netralitas pejabat negara, bertentangan dengan Pasal 71 ayat (1) UU Pilkada, dan memenuhi unsur nepotisme sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999.
Sejak putusan MK hingga saat ini, Yandri masih menjabat sebagai menteri di Kabinet Merah Putih.
Padahal, lanjut Pedro, sesuai Pasal 17 UUD 1945, Presiden memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, terutama ketika menteri tersebut terbukti melanggar prinsip integritas dan akuntabilitas,” lanjut Pedro.
Sebelum mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta, Lokataru telah menempuh berbagai upaya administratif.
Termasuk mengirim surat permintaan pemberhentian pada 26 Februari 2025, keberatan administratif pada 21 Maret 2025, dan banding administratif pada 8 April 2025.
Kata Pakar Hukum
Guru Besar Hukum Tata Negara Univ Esa Unggul Jakarta sekaligus Founder TREAS Constituendum Institute, Prof Djuanda, turut merespons soal gugatan yang dilayangkan kepada Presiden Prabowo itu.
Sebelumnya, gugatan dilakukan dengan alasan Presiden melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad) karena tidak memberhentikan Mendes Yandri.
Terkait hal itu, Djuanda mengatakan, kewenangan untuk mengevaluasi dan memutuskan seorang Menteri layak dipertahankan atau tidak, itu otoritas absolut atau hak prerogatif Presiden.
"Otoritas yang absolut atau hak prerogatif Presiden tersebut jelas diberikan oleh Konstitusi dan Undang Undang yang berlaku."
"Oleh karena itu secara hukum tata negara dan hukum administrasi Negara khususnya UU No. 61 Tahun 2024, belum ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Presiden dengan tidak memberhentikan Menteri Yandri Susanto dalam kaitannya dengan amar putusan MK tentang Sengketa Pilkada Kabupaten Serang beberapa bulan yang lalu," katanya dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (19/4/2025).
Apalagi dalam amar putusan MK dan diktumnya tidak satu pun menyatakan adanya kewajiban atau perintah kepada Presiden untuk memberhentikan Pak Yandri Susanto dari Menteri Desa dan PDT.
Prof Djuanda menambahkan, sebagai warga negara yang taat pada hukum maka siapapun harus menerima dengan legowo putusan dimaksud.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.