Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mata Lokal Memilih

Menakar Ambang Batas Pertarungan Pilkada Sulut di Mahkamah Konstitusi, Catatan Pengamat Hukum

Seluruh Lembaga survey sebelum Pilkada berlangsung merilis elektabilitas mereka dibawah pasangan konstentan lain, E2L-HJP dan SKDT.

Penulis: Rhendi Umar | Editor: Alpen Martinus
HO
Dr Alfian Ratu Pengamat Hukum Konsitusi 

Sambil menunggu terbentuknya badan peradilan khusus, kewenangan transisional untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan serentak diberikan kepada Mahkamah Konstitusi.

Keempat. Penyelesaian sengketa hasil pemilukada yang diterapkan oleh Mahkamah konstitusi untuk kurun waktu 2008 – 2020, yang dibagi kedalam 2 periode yaitu periode sejak  pelimpahan penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2008  sampai 2014 dan periode pemberlakuan pemilihan kepala daerah serentak nasional dari tahun 2015 sampai Pilkada  pada Desember 2020 dan yang terakhir nanti dilaksanakan pada tahun 2024.

Kelima, pergeseran pendekatan yang digunakan oleh MK dalam melaksanakan kewenangan memutus sengketa hasil pemilu, yaitu dari pendekatan procedural justice ke pendekatan substantive justice.

Keenam, sebagai lembaga peradilan, Mahkamah Konstitusi harus terikat dengan hukum acara yang menjadi pedoman dalam menyelesaikan perkara.

Bagaimana  penerapan atau implementasi prosedur beracara dan akibat hukumnya dari penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah yang tidak didasarkan atas kesalahan hasil perhitungan suara semata, tetapi juga menilai pelanggaran yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah, serta dikaitkan dengan penegakan hukum yang berkeadilan.

Dalam menerapkan hukum acara pemeriksaan atas pelanggaran kualitatif, prinsip pembuktian mana yang diterapkan: pembuktian negatif (negatief wettelijk bewijsleer) untuk mencari kebenaran materiil (beyond reasonable doubt) seperti peradilan pidana, prinsip preponderance of evidence untuk mencari kebenaran formil (formeel waarheid) seperti peradilan perdata, atau bersandar pada pembuktian bebas terbatas dalam peradilan tata usaha negara.

Ketujuh, pada prinsipnya terhadap persoalan pelanggaran selama proses pemilihan umum kepala daerah, sudah ada mekanisme penyelesaian diluar peradilan sengketa hasil.

Namun, Mahkamah Konstitusi menyatakan, perselisihan dimaknai sebagai bukan hanya sebagai masalah kuantitas rekapitulasi hasil suara saja.

 

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved