Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Pahlawan

AY Mokoginta, Putra Mongondow Komandan Hijrah Pasukan Siliwangi di Masa Perang Kemerdekaan RI

Ahmad Yunus Mokoginta dilahirkan di Ibu Kota Kerajaan Bolaang Mongondow, yakni Kotamobagu (sekarang bagian dari Provinsi Sulawesi Utara) pada 28 April

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Rizali Posumah
HO/Wikipedia
Letnan Jenderal TNI (Purn) Ahmad Yunus Mokoginta. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Ahmad Yunus Mokoginta mungkin satu-satunya pejuang Indonesia asal Sulawesi Utara yang namanya tidak setenar rekan-rekannya seperti Ventje Sumual, John Lie hingga Alex Kawilarang

Namun jasa dan kiprah bangsawan Mongondow ini di panggung perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI tak luput dari catatan sejarah.

Di masa revolusi (1945-1949) Ia tergabung ke dalam pasukan yang paling loyal, paling disiplin dan paling tangguh, yakni Divisi Siliwangi.

Ia juga adalah perwira lapangan yang memimpin Gerakan Hijrah Pasukan Siliwangi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah pada tanggal 1 Februari 1948. 

Sama seperti rekannya Alexander Ivert Kawilarang, hingga kini AY Mokoginta belum mendapat pengakuan pemerintah RI sebagai Pahlawan Nasional.

Lahir dari Keluarga Kerajaan Mongondow

Ahmad Yunus Mokoginta dilahirkan di Ibu Kota Kerajaan Bolaang Mongondow, yakni Kotamobagu (sekarang bagian dari Provinsi Sulawesi Utara) pada 28 April 1921. 

Ia adalah seorang Mododatu atau Bangsawan Kerajaan Bolaang Mongondow.

Ayahnya, Abraham Patra Mokoginta adalah Jogugu atau Perdana Menteri Kerajaan Bolaang Mongondow

Sementara ibunya, Bua' Baay adalah putri Raja Bolaang Mongondow Datu Cornelius Manoppo.

Bua adalah gelar bagi bangsawan perempuan dari kerajaan Bolaang Mongondow

Ahmad Yunus di kalangan orang Mongondow kala itu disapa dengan sebutan Abo' Nus. Abo' adalah gelar seorang pria bangsawan kerajaan Mongondow

Hijrah ke Jawa

Di usia yang masih belia, Ahmad Yunus ikut hijrah ke Pulau Jawa bersama ayahnya yang diasingkan Belanda pada tahun 1926 karena mendukung gerakan Serikat Islam di Kotamobagu.

Meski jauh dari Tanah Totaboan (Bolaang Mongondow) tak membuat AY Mokoginta kehilangan identitas Mongondownya.

Ia mewarisi keberanian para Bogani (Ksatria Mongondow).

Beranjak dewas, AY Mokogitan memulai karier militernya dengan masuk Akademi Militer Breda milik Pemerintah Hindia Belanda di Bandung, Jawa Barat, di saat Perang Pasifik yang dilancarkan Jepang tengah berlangsung.  

Tak lama berselang, Jepang akhirnya menduduki wilayah Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dengan terlebih dahulu mengalahkan Hindia Belanda lewat pertempuran singkat. 

Di masa pendudukan Jepang ini, AY Mokoginta terlibat dalam gerakan pemuda untuk Kemerdekaan Indonesia. 

Saat Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945,  ia turut melebur ke dalam barisan perjuangan bersenjata Indonesia. 

Di masa revolusi fisik melawan kembalinya pendudukan Belanda di Indonesia ini, AY Mokoginta menjadi salah satu pemimpin pasukan pejuang Indonesia yang bergerilya di Jawa Barat.

Ia tergabung ke dalam pasukan yang paling loyal, paling disiplin dan paling tangguh di masa revolusi, yakni Divisi Siliwangi.

Kala itu, ia mengemban tugas sebagai staf perwira Brigade III Divisi Siliwangi dengan pangkat Mayor. 

Saat Republik Indonesia berhasil merebut kedaulatan penuh sebagai negara dan bangsa yang merdeka, AY Mokoginta banyak terlibat dalam tugas-tugas penting negara. 

Oleh karena kiprahnya di masa revolusi fisik dan di masa kemerdekaan, AY Mokoginta dianugerahi berbagai penghargaan dari pemerintah, seperti penghargaan Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, Bintang Sewindu, Bintang Bhayangkara dan Satya Lencana Kesetiaan X. 

Adik kandung dari pendiri Organisasi Bhayangkari Bua Lena Mokoginta ini, mengakhiri karier militernya dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal TNI.

Adapun sejumlah jabatan yang diembannya di militer yakni,  Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat 12 Maret 1956 hingga 16 April 1958, Panglima Teritorium VII/Indonesia Timur, Komandan Polisi Militer Daerah Jawa dari 1949 hingga 1950.

AY Mokoginta juga pernah menjabat ketua tim Panitia Doktrin Angkatan Darat.

Yakni tim yang merumuskan ideologi TNI, pernah menjabat Ketua Tim Perumus Kurikulum Pendidikan di Akademi Militer Magelang.

Ia juga pernah menjabat Duta Besar Rl untuk Mesir, Libanon, Sudan dan Marokko

Suami dari Koriati Kori Mangkuratmadja Mokoginta ini meninggal di usia 62 tahun pada 11 Januari 1984 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Meski punya kiprah yang besar bagi Republik Indonesia, namun AY Mokoginta belum ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. 

Komandan Hijrah Pasukan Siliwangi

Mayor Ahmad Yunus Mokoginta saat menghadap Panglima Besar Jenderal Sudirman. Melaporkan kedatangan pasukan Siliwangi. Lokasi di Stasiun Tugu Yogyakarta pada 12 Februari 1948.
Mayor Ahmad Yunus Mokoginta saat menghadap Panglima Besar Jenderal Sudirman. Melaporkan kedatangan pasukan Siliwangi. Lokasi di Stasiun Tugu Yogyakarta pada 12 Februari 1948. (HO/Disjarahdam VII-Siliwangi, 1979: 137)

Divisi Siliwangi merupakan Komando Kewilayahan Pertahanan untuk kawasan Provinsi Banten dan Jawa Barat yang dibentuk pada 20 Mei 1946.

Siliwangi adalah hasil gabungan dari tiga divisi yang ada sebelumnya, yaitu Divisi I (Banten dan Bogor), Divisi II (Jakarta dan Cirebon), dan Divisi III (Priangan).

Pasca-proklamasi kemerdekaan, Belanda masih terus berusaha menguasai Indonesia dengan melakukan sejumlah serangan.

Salah satunya serangan pada 1947, yang dikenal dengan sebutan Agresi Militer Belanda I. Peristiwa pergolakan ini kemudian diselesaikan dengan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948.

Divisi Siliwangi, yang bermarkas di Jawa Barat, pun terkena dampaknya dan harus ditarik pindah ke Jawa Tengah.

Pasalnya, salah satu isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa TNI di wilayah kantong Belanda, yakni di Jawa Barat dan Jawa Timur, harus ditarik mundur untuk masuk ke wilayah Republik Indonesia di Yogyakarta.

Tidak hanya itu, perpindahan ini juga berarti bahwa daerah-daerah yang semula dikuasai oleh pasukan Siliwangi di Jawa Barat, diserahkan begitu saja kepada Belanda.

Sesuai isi Perjanjian Renville, dalam waktu tiga minggu para putra Siliwangi harus sudah meninggalkan kantong-kantong gerilyanya.

Perintah hijrah disampaikan oleh Panglima Divisi Siliwangi, Jenderal Mayor Abdul Haris Nasution, dengan perantara kurir kepada Brigade II di Sukabumi, Brigade III di Purwakarta, Brigade IV di Tasikmalaya, dan Brigade V di Cirebon.

Sedangkan sebagian kecil pasukan Siliwangi kemudian berjalan kaki menuju daerah Banten untuk bergabung dengan Brigade I Tirtayasa.

Unit Siliwangi yang ada di Banten dan dipimpin oleh Letnan Sukanda Bratamanggala ini tidak melaksanakan perintah hijrah karena daerahnya masih dikuasai Republik Indonesia.

Adapun yang ditugaskan untuk menyampaikan perintah hijrah ini ke Jawa Tengah adalah Kolonel T.B. Simatupang.

Perjalanan dimulai pada 2 Februari 1948 dengan melalui darat (dengan kereta api Gombong-Yogyakarta) dan laut (dengan kapal yang mendarat di Rembang).

Hijrah berlangsung melalui dua jalur, laut dan darat.

Pasukan-pasukan Siliwangi Jawa Barat yang berasal dari Bogor, Cianjur, Padalarang, Purwakarta dan Ciwidey berangkat ke Cirebon menggunakan kereta api.

Dari Cirebon pasukan ini diberangkatkan menggunakan kapal laut menuju Rembang.

Brigade Tarumanegara dan Resimen 10 berangkat dari Tasikmalaya, sebagiannya lagi menggunakan kereta api lewat Gombong menuju Yogyakarta dan setengahnya menggunakan truk ke Cirebon, lalu disambung dengan kapal laut untuk ke Rembang.

Gerakan hijrah dari Jawa Barat ini dipimpin Ahmad Yunus Mokoginta yang saat itu berpangkat Mayor dan diketuai Arudji Kartawinata selaku Menteri Muda Pertahanan.

Pada 22 Februari 1948, setidaknya telah selesai dihijrahkan kira-kira 29.000 prajurit Siliwangi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. 

Usaha Keluarga agar AY Mokoginta Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional

Pihak keluarga dan komunitas pemerhati sejarah di Kotamobagu tengah berusaha agar A YMokoginta ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional.

Syarif Rahmat Mokoginta dari pihak keluarga mengatakan, AY Mokoginta adalah milik rakyat Bolaang Mongondow Raya bahkan dia milik rakyat Indonesia.

"Oleh karenanya mengapa penting mendorong dirinya sebagai pahlawan nasional, karena apapun itu generasi mendatang butuh sosok motivasi dari tanah Bolaang Mongondow.

Bahwa pernah ada orang Mongondow yang berkipra di tingkat nasional, bahkan internasional. Yang tetap membawa karakteristik orang Mongondow. Dan ini bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda," kata Syarif Rahmat Mokoginta.

Syarif mengaku bila sudah berupaya mendorong AY Mokoginta sebagai pahlawan nasional.

Tidak hanya dari pihak keluarga, menurut Syarif upaya yang dilakukan juga ada keterlibatan dari beberapa komunitas pegiat sejarah yang ada di Kotamobagu.

"Upaya keluarga dalam mendorong ini, yang pertama masih dari tahun 2021 itu kita pertemuan daring antar keluarga, termasuk salah satu ada anak dari almarhum.

Kita membicarakan untuk bagaimana bisa membuat tulisan atau buku, dan alhamdulillah tidak jauh dari pertemuan itu terbitlah buku tentang A. Y. Mokoginta," ungkapnya.

"Langkah selanjutnya, kita bersama-sama teman-teman komunitas pegiat sejarah, termasuk PS2BMR, Monibi Institute, kemudian dihadiri oleh kepala Dinas Sosial Kotamobagu. Dari pertemuan itu ada beberapa nama yang disodorkan, termasuk A. Y. Mokoginta," tambah Syarif.

Menurut Syarif, dalam pertemuan tersebut, AY Mokoginta dirasa paling lengkap secara administrasi.

"Dari sisi kelengkapan, memang A. Y. Mokoginta paling lengkap secara administratifnya. Karena ini menjadi kelengkapan utama," terangnya.

Syarif mengatakan bila hal ini tinggal keputusan dan langkah dari pemerintah.

"Ini tinggal kita serahkan ke pihak pemerintah. Nantinya pemerintah akan membentuk tim TP2GD (Tim Pengkajian dan Pemberian Gelar Daerah). Ini sudah disampaikan, bahkan sudah disampaikan ke Pj. Bupati Bolmong, Limi Mokodompit, sudah sampaikan dan cukup lama diskusikan ini," katanya.

"Salurannya ke sini dari kabupaten ke tingkat provinsi dan sampai ke pusat," sambungnya.

Syarif menyayangkan belum ada tindak lanjut dari pemerintah atas pertemuan sebelumnya.

"Kami dari pihak keluarga belum mendengar kabar mengenai progres dari pertemuan ini, apakah sudah terbentuk tim? Apa-apa yang sudah dilakukan?," ungkapnya.

"Belum ada sampai sekarang. Terakhir dari pertemuan itu. Harapannya, keseriusan dari pemerintah untuk bisa membawa ini. Jelas kita lihat dari judul Sulawesi Utara, belum ada dari Bolaang Mongondow. Sementara apa yang menjadi persyaratan sudah memenuhi.

Tinggal keseriusan ini yang dibutuhkan," tambahnya.

Syarif menegaskan bila pemerintah mau menseriusi hal ini maka ke depannya bakal ada sosok pahlawan nasional dari tanah Bolaang Mongondow.

"Bolaang Mongondow Raya ini tidak memiliki tokoh nasional dan ini menjadi tanda tanya, sementara kita punya yang sebenarnya memenuhi syarat. Tentu sebagai warga Bolaang Mongondow bertanya-tanya, sementara kita punya pahlawan nasional," tuturnya.

Syarif berharap pemerintah akan lebih serius dalam mengupayakan A. Y. Mokoginta didorong sebagai pahlawan nasional.

"Keseriusan pemerintah, mereka yang punya kewenangan. Adalah satu semangat yang sama sebagai orang Mongondow. Semoga pemerintah bisa lebih memahami dan serius mengurus hal ini," ucapnya.

Tanggapan dari Pihak Pemerintah

Di sisi lain, Pemerintah Kota Kotamobagu melalui Kepala Dinas Sosial Noval Manoppo, membenarkan adanya pertemuan dengan pihak keluarga AY Mokoginta dan komunitas pegiat sejarah di Kotamobagu.

Noval mengatakan bila dirinya memberikan masukan kepada pihak keluarga untuk menyiapkan segala dokumen yang diperlukan.

Menurut Noval, dokumen yang diperlukan belum diterima oleh pemerintah.

Noval menambahkan bila segala dokumen sudah lengkap dan sudah diterima maka akan segera ditindaklanjuti.

"Kalau sudah ada (dokumen) kami langsung follow up. Tapi sampai hari ini kami belum terima," tutup Kadis.

Sebagai tambahan informasi, berbicara tentang AY Mokoginta sudah cukup banyak literatur dan platform media yang sudah menyajikan perjalanan hidupnya.

Namun, sampaikan sekarang upaya untuk mendorong AY Mokoginta sebagai pahlawan nasional belum menemukan titik terang.

Referensi:

https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/26/150000379/divisi-siliwangi-hijrah-ke-jawa-tengah

https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Hijrah_(Long_March_Siliwangi)

https://manado.tribunnews.com/2023/11/12/ay-mokoginta-dari-mongondow-untuk-republik-indonesia-kapan-ditetapkan-pahlawan-nasional?page=all

 

 

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved